BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jantung merupakan organ vital pada sistem organ
manusia. Fungsi jantung untuk memompa darah yang mengandung oksigen dan
nutrien keseluruh tubuh. Jantung terdiri dari beberapa ruang yang di batasi
oleh beberapa katub diantaranya adalah katub atrioventrikuler dan katub
semilunar. Katub atrioventrikular yang terdiri dari katub mitral (bicuspid) dan
katub trikuspid terdapat diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katub
semilunar berada diantara ventrikel dengan aorta/arteri pulmonalis.
Gangguan pada katub-katub tersebut
diantaranya ialah stenosis mitral dan insufisiensi mitral. Stenosis
mitral ialah terhambatnya aliran darah dalam jantung akibat perubahan struktur
katub mitral yang menyebabkan tidak membukanya katub mitral secara sempurna
pada saat diastolik. Insufisiensi mitral (regurgitasi) ialah keadaan dimana
terjadi aliran darah balik (regurgitasi) dari ventrikel ke atrium selama
sistolik yang disebabkan oleh kebocoran katub mitral.
Di luar negeri jarang terjadi stenosis
mitral, sedangkan di Indonesia masih banyak tapi sudah menurun dari tahun
sebelumnya (fermada’s blog). Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang
paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung reumatik. Diperkirakan 99 %
stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik. Walaupun demikian,
sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat
penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung valvular stenosis
mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung
reumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan
kira-kira 4 : 1 dengan gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun.
Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal. MS
kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks pada
bayi.
Stenosis dan insufisiensi mitral
berawal dari bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A dapat
menyebabkan terjadinya demam reuma. Selain itu, oleh tubuh bakteri tersebut
dianggap antigen yang menyebabkan tubuh membuat antibodinya. Hanya saja,
strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi
tersebut malah menyerang katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat kerusakan
pada katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan
fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku.
Pada saat terbuka dan tertutup akan terdengar bunyi yang tidak normal seperti
bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan opening snap, juga akan terdengar
bising jantung ketika darah mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka
aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu. Ini membuat
tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium
kanan. Keregangan otot-otot atrium ini akan menyebabkan terjadinya fibrilasi
atrium. Sebagai tenaga medis diharapkan bisa menginformasikan kepada mayarakat
tentang pencegahan dan cara hidup sehat sebagai upaya pencegahan gangguan
kardiovaskuler khususnya stenosis dan insufisiensi mitral.
Secara fungsional jantung dibagi
menjadi alat pompa kanan dan alat pompa kiri, yang memompa darah vena menuju
sirkulasi paru-paru, dan darah bersih ke peredaran darah sistemik. Pembagian
fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomi;
vena kava, atrium kanan, ventrikal kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena
pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler,
venula, vena, vena kava.
Ø Batas kiri jantung terdiri atas
tonjolan yang bulat lonjong atau setengah bulat, terdiri dari:
1. Tonjolan I: Paling atas adalah arkus
aorta, merupakan setengah bulatan yang kira-kira sebesar ibu jari, berhubungan langsung
dengan aorta desenden.
2. Tonjolan II: Disebabkan oleh arteri
pulmonalis, pada umumnya lebih kecil, kadang-kadang sukar terlihat. Pada
sistolik jantung, tonjolan ini akan lebih nyata.
3. Tonjolan III : Disebabkan oleh aurikel
atrium kiri, biasanya tidak tampak kecuali jika ada pembesaran atrium kiri.
4. Tonjolan IV :Dibentuk oleh dinding luar ventrikel
kiri.
Ø Pada batas kanan jantung juga terdapat
4 tonjolan:
1. Tonjolan I :Disebabkan oleh vena kava superior, merupakan pelebaran
di sisi mediastinum.
2. Tonjolan II : Disebabkan oleh
aorta asenden, merupakan garis lurus mengarah ke atas menuju ke arkus aorta.
Batas vena kava dengan aorta asenden sukar ditetapkan tanpa aortogram.
3. Tonjolan III : Kadang-kadang ada
tonjolan kecil yang disebabkan oleh vena azygos.
4. Tonjolan IV :Tonjolan besar adalah atrium kanan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari stenosis
mitral?
2. Apa penyebab dari stenosis mitral?
3. Bagaimana patofisiologi dari stenosis mitral?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari stenosis?
5.
Bagaimana pengobatan stenosis mitral?
6.
Bagaimana proses keperawatan stenosis mitral?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
dari stenosis mitral
2.
Untuk mengetahui penyebab
dari stenosis mitral
3.
Untuk mengetahui
patofisiologi dari stenosis mitral
5.
Untuk mengetahui pengobatan
dari stenosis
6.
Untuk mengetahui proses
keperawata stenosis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Jantung adalah sebuah pompa muskuler
yang memiliki empat katup, yang terbuka dan tertutup untuk menjaga agar darah mengalir
pada arah yang tepat. Katup mitral menghubungkan atrium kiri dengan ventrikel
kiri.
Penyakit katup jantung menyebabkan
kelainan-kelainan pada aliran darah yang melintasi katup-katup tersebut. Katup
normal memiliki dua ciri aliran yang kritis : aliran searah dan aliran yang
tidak dihalangi. Katup akan terbuka jika tekanan dalam ruang jantung di
proksimal katup lebih besar dari tekanan dalam ruang atau pembuluh di sebelah
distal katup. Daun katup sedemikian responsifnya sehingga perbedaan tekanan yang
kecil (kurang dari 1 mmHg) antara dua ruang jantung sudah mampu membuka dan
menutup daun katup tersebut.
Katup yang terserang penyakit dapat
menimbulkan dua jenis gangguan fungsional: insufisiensi katup-daun katup tidak
dapat menutup dengan rapat sehingga darah dapat mengalir balik (sinonimnya
adalah regurgitasi katup dan inkompetensi katup); stenosis katup-lubang katup
mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami hambatan. Insufisiensi
dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai “lesi
campuran” atau sendiri-sendiri. Yang terakhir ini disebut “lesi murni.
Mitral stenosis adalah suatu
penyempitan jalan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan mitral stenosis
secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu,
dan korda tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung
biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan
pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat. Meningkatnya tekanan vena
pulmonalis menyebabkan diversi darah yang nampak dengan radiografi berupa
pelebaran relatif pembuluh darah untuk bagian atas paru dibandingkan dengan
pembuluh darah untuk bagian bawah paru.Penyempitan katup mitral menyebabkan
katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang
jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat
dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi
lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.Stenosis Katup Mitral (Mitral
Stenosis) merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan
menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel
kiri.
B.
Etiologi
Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering
diakubatkan oleh penyakit jantung reumatik.Diperkirakan 99 % stenosis mitral
didasarkan atas penyakit jantung reumatik.Walaupun demikian, sekitar 30 %
pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut
sebelumnya. Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang
paling sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung reumatik, dan
menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan kira-kira 4:1.
Disamping atas dasar penyakit jantung reumatik, masih ada
beberapa keadaan yang dapat memperlihatkan gejala-gejala seperti stenosis
mitral, misalnya miksoma atrium kiri, bersamaan dengan ASD (atrium septal
defect) seperti pada sindrom Lutembacher, ball velve thrombi pada
atrium kiri yang dapat menyebabkan obstruksi outflow atrium kiri. Kausa
yang sangat jarang sekali ialah stenosis mitral atas dasar kongenital, dimana
terdapat semacam membran di dalam atrium kiri yang dapat memeprlihatkan keadaan
kortri atrium. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).
Penyebab tersering dari mitral stenosis
adalah demam reumatik. Penyebab yang agak jarang antara lain : mitral stenosis
kongenital, lupus eritematosus sistemik (SLE), artritis reumatoid (RA), atrial
myxoma, dan endokarditis bacterial. Selain itu, virus seperti coxsackie diduga
memegang peranan pada timbulnya penyakit katup jantung kronis . Gejala dapat
dimulai dengan suatu episode atrial fibrilasi atau dapat dicetuskan oleh
kehamilan dan stress lainnya terhadap tubuh misalnya infeksi (pada jantung,
paru-paru, etc) atau gangguan jantung yang lain.
Stenosis katup mitral hampir selalu
disebabkan oleh demam rematik, yang pada saat ini sudah jarang ditemukan
di Amerika Utara dan Eropa Barat. Karena itu di wilayah tersebut, stenosis
katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah menderita demam
rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik. Di
bagian dunia lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis
katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak. Yang khas adalah
jika penyebabnya demam rematik, daun katup mitral sebagian bergabung menjadi
satu. Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan. Bayi
yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun,
kecuali jika telah menjalani pembedahan. Miksoma (tumor jinak di atrium
kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup
mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral.
Jika stenosisnya berat, tekanan darah
di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam vena paru-paru meningkat,
sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam
paru-paru (edema pulmoner). Jika seorang wanita dengan stenosis katup
mitral yang berat hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat. Penderita
yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas. Pada
awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi
lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat. Sebagian penderita
akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa buah
bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa
seseorang menderita stenosis katup mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru
dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau
berat ke dalam paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi
atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur.
C.
Patofisiologi
Mitral stenosis murni terdapat pada
kurang lebih 40% dari semua penderita penyakit jantung reumatik. Terdapat
periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih, setelah suatu episode penyakit
jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi onset dari gejala mitral
stenosis sebelumnya.
Penyempitan dari katup mitral
menyebabkan perubahan pada peredaran darah, terutama di atas katup. Ventrikel
kiri yang berada di bawah katup tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada
mitral stenosis yang berat, ventrikel kiri dan aorta dapat menjadi kecil.Luas
normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium ini
berkurang hingga 2 cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang
dibutuhkan agar aliran transmitral tetap normal. Mitral stenosis yang parah
terjadi ketika pembukaan berkurang hingga 1 cm2. Pada tahap ini dibutuhkan
tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang
normal.Mitral stenosis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel
kiri selama fase diastolic ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat
dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang
lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Karena itu, selisih
tekanan atau gradient tekanan antara kedua ruang tersebut meningkat. Dalam
keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi
untuk meningkatkan kekuatan memompa darah. Makin lama peranan kontraksi atrium
makin penting sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel. Dilatasi atrium kiri
terjadi oleh karena volume atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium
untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium
kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. Tekanan dalam vena
pulmonalis dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai
dari kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang
disertai transudasi dalam alveoli.Pada akhirnya, tekanan arteria pulmonalis
harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi.
Respon ini memastikan gradient tekanan yang memadai untuk mendorong darah
melalui pembuluh paru-paru. Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan
resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan
memberi respons terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi.
Lama kelamaan hipertrofi ini akan
dikuti oleh dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini nampak pada
foto jantung pada posisi lateral dan posisi PA. Pembesaran ventrikel kanan ini
lama kelamaan mempengaruhi fungsi katup trikuspid. Katup ini akan mengalami
insufisiensi. Kalau ventrikel kanan mengalami kegagalan, maka darah yang
mengalir ke paru berkurang. Dilatasi ventrikel kanan akan bertambah, sehingga
kemungkinan terjadinya insufisisiensi katup trikuspid semakin besar pula.
D.
Manifestasi Klinis
Sebagian besar pasien menyangkal
riwayat demam reumatik sebelumnya. keluhan berkaitan dengan tingkat aktivitas
fisik dan tidak hanya ditentukan oleh luasnya lubang mitral, misalnya wanita
hamil. Keluhan dapat berupa takikardi, dispne, takipnea, atau ortopnea, dan
denyut jantung tidak teratur. tak janrang terjadi gagal jantung dan batuk
darah. Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri
pulmonalis belum tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada akibat bendungan
atrium kiri, vena pulmonal, dan intertisial paru. Jika ventrikel kanan sudah
tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri pulmonalis, keluhan beralih ke
arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi insufisiensi
trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
bising mid diastolik yang bersifat kasar, bising menggerendang (rumble),
aksentuasi presistolik, dan mengerasnya bunyi jantung satu. Jika terdengar
bunyi tambahan openingsanp berarti katup terbuka masih relatif lemas (pliable)
sehingga waktu terbuka mendadak saat diastolik menimbulkan bunyi menyentak
(seperti tali putus). Jarak bunyi jantung kedua dengan openingsnap
memebrikan gambaran beratnya stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin
berat derajat penyempitan.Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat mengeras
disertai bising sistolik karena adanya hipertensi pulmonal. Jika sedah terjadi
insufisiensi pulmonal, dapat terdengar bising diastolik katup pulmonal.
Penyakit penyerta bisa terjadi pada katup-katup lain, misalnya stenosis
trikuspid atau insufisiensi trikuspid. Bila perlu, untuk konfirmasi hasil
auskultasi dapat dilakukan pemeriksaan fonokardiografi yang dapat merekam
bising tambahan yang sesuai. Pada fase lanjutan, ketika sudah terjadi bendungan
intersitial dan alveolar paru, akan terdengar ronki basah atau mengi pada fase
ekspirasi. jika hal ini berlanjut terus dan meyebabkan gagal jantung kanan,
keluhan dan tanda-tanda edema paru akan berkurang atau menghilang dan
sebaliknya tanda-tanda berndungan sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan
vena jugularis, hepatomegali, sites, dan edema tungkai). Pada fase ini biasanya
tanda-tanda gagal hati akanmencolok, seperti ikterus, menurunnya protein
plasma, hiperpigmentasi kulit (fasies mitral). (Arief Mansjoer, dkk. 2000).
E.
Pencegahan dan Pengobatan
1.
Pencegahan
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah
terjadinya demam rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang
terjadi setelah strep throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak
diobati. Pencegahan eksaserbasi demam
rematik dapat dengan :
a.
Benzatin Penisilin
G 1,2 juta µ IM setiap 4 minggu sampai umur 40 tahun
b.
Eritromisin 2×250
mg/hari
Profilaksis
reuma harus diberikan sampai umur 25 tahun walupun sudah dilakukan
intervensi.Bila sesudah umur 25 tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi,
maka profilaksis dilanjutkan 5 tahun lagi.Pencegahan terhadap endokarditis
infektif diberikan pada setiap tindakan operasi misalnya pencabutan gigi, luka
dan sebagainya.
2.
Pengobatan
Prinsip dasar penatalaksanaan adalah melebarkan lubang
katup mitral yang menyempit, tetapi indikasi ini hanya untuk pasien kelas
fungsional III (NYHA) ke atas. Pengobatan farmakologis hanya diberikan bila ada
tanda-tanda gagal jantung, aritmia ataupun reaktifasi reuma. Obat-obat seperti
beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan
membantu mengendalikan fibrilasi atrium. ika terjadi gagal jantung, digoxin
juga akan memperkuat denyut jantung.
Pada keadaan fibrilasi atrium pemakaian digitalis
merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis
kalsium. Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara
mengurangi volume sirkulasi darah dan untuk mengurangi kongesti. Antikoagulan
Warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau
irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena
tromboemboli. Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan,
mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup.
Intervensi
bedah, reparasi atau ganti katup :
1. Closed Mitral Commisurotomy.
2. Open Mitral Valvotomy.
3. Mitral Valve Replacement.
Pada prosedur valvuloplasti balon, lubang katup
diregangkan.Kateter yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena
menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan
memisahkan daun katup yang menyatu. Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa
dilakukan melalui pembedahan.Jika kerusakan katupnya terlalu parah, bisa
diganti dengan katup mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup
babi.Sebelum menjalani berbagai tindakan gigi atau pembedahan, kepada penderita
diberikan antibiotik pencegahan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi
katup jantung.
Tidak ada
pengobatan yang dibutuhkan jika gejala-gejala tidak ditemukan atau hanya ringan
saja. Rujukan ke rumah sakit hanya dibutuhkan untuk diagnosis atau penanganan
gejala yang berat. Tak ada obat yang dapat mengoreksi suatu defek katup mitral.
Hanya saja obat-obatan tertentu dapat digunakan untuk mengurangi gejala dengan
mempermudah kerja pemompaan jantung dan mengatur irama jantung, misalnya
diuretik untuk mengurangi akumulasi cairan di paru. Antikoagulan dapat membantu
mencegah terbentuknya bekuan darah pada jantung dengan kerusakan katup.
Antibiotik diberikan bila pasien akan menjalani tindakan bedah, tindakan
dentologi, atau tindakan medis tertentu lainnya.
Tindakan
bedah dapat dilakukan untuk mengoreksi kelainan ini. Kadang-kadang katup dapat
dibuka teregang dengan suatu prosedur yang disebut dengan balloon
valvuloplasty. Pada balloon valvuloplasty, sebuah balon berujung kateter
disusupkan melewati vena dan akhirnya sampai ke jantung. Ketika berada di dalam
katup balon dikembangkan lalu memisahkan daun katup. Pilihan lainnya adalah
bedah jantung untuk memisahkan fusi kommisura. Jika katup rusak berat dapat
dilakukan mitral valve repair atau mitral valve replacement.
F.
Proses Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian
fokus yang dapat dilakukan terkait kasus stenosis mitral adalah sebagai berikut
:
a.
Auskultasi memperdengarkan bising
diastolik dan bunyi jantung pertama (sewaktu katup AV menutup) mengeras dan opening
snap akibat hilangnya kelenturan daun katup.
b.
Elektrokardiogram menggambarkan
pembesaran atriun kiri (gelombang P melebar dan bertakik, deikenal sebagai P
mitrale) bila iramanya sinus normal, hipertrofi ventrikel kanan, dan
fibrilasi atrium.
c.
Radiogram thorax menunjukkan pembesaran
atrium kiri dan ventrikel kanan, kongesti vena pulmonalis, edema paru-paru
interstitial, redistribusi vaskular paru-paru ke lobus atas, kalsifikasi katup
mitral.
d.
Temuan hemodinamika menunjukkan
peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitral, peningkatan tekanan
atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis dengan gelombang a
yang prominent peningkatan tekanan arteria paru-paru, curah jantung rendah,
peningkatan tekanan jantung sebelah kanan dan tekanan vena jugularis,
dengan gelombang a yang bermakna di bagian atrium kanan atau vena
jugularis, jika ada insufisiensi trikuspidalis.
Pengkajian
lainnya berupa :
F Data subjektif
1.
Anamnesa
1. Data demogrfi
Data demografi
berupa biodata klien dan pennggung jawab.
Ø Nama
Ø Usia
Ø Jenis Kelamin
Ø Suku/ bangsa
Ø Agama
Ø Pendidikan
Ø Pekerjaan
Ø Alamat
2. Keluhan Utama: pasien dengan
stenosis mitral biasanya mengeluh sesak, sianosis dan batuk-batuk.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Klien
biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, sianosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi/tidak.
4. Riwayat Penyakit Dahulu: Klien
pernah menderita penyakit Demam rematik, SLE(Systemic Lupus Erithematosus),
RA(Rhemautoid arthritis), Miksoma (tumor jinak di atrium kiri).
5. Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada
faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya stenosis mitral.
2.
Pengkajian
psikososial
a. Sesak napas berpengaruh pada
interaksi
b. Aktivitas terbatas
c. Takut menghadapi tindakan pembedahan
d. Stress akibat kondisi penyakit
dengan prognosis yang buruk
3.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik, yang meliputi
keadaan umum (dapat dinilai meliputi kesadaran klien, GCS, vital sign), kepala,
leher (bias diperiksa adanya distensi JVP), dada (dapat dipakai untuk menilai
pulmo dan jantung), abdomen, genitalia, rectum, ekstremitas
4.
Pemeriksaan penunjang
1. EKG
Memperlihatkan gambaran P mitral berupa takik
(notching ) gelombang P dengan gambaran QRS yang masih normal dan Right Axis
Deviation. Pada stenosis mitral reumatik, sering dijumpai adanya fibrilasi
atau flutter atrium.
2. Foto Thorax
§ Dapat menunjukkan pembesaran atrium
§ Pelebaran arteri pulmonal
§ Aorta yang relatif kecil
§ Pembesaran ventrikel kanan
§ Perkapuran di daerah katup mitral
atau perkardium
§ Pada paru-paru terlihat tanda-tanda
bendungan vena
§ Edem Interstitial berupa garis
Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri < 20 mmHg dan 70%
pada tekanan atrium >20 mmHg
3. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-Doppler
sangat penting dalam penegakan diagnosis. Dapat digunakan untuk :
§ Menentukan derajat stenosis
§ Dimensi ruang untuk jantung
§ Ada tidaknya kelainan penyerta
§ Ada tidaknya trombus pada atrium
kiri
4. Kateterisasi jantung
Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk
menentukan luas dan jenispenyumbatannya. Walaupun demikian pada keadaan
tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur ekokardiografi yang lengkap.
Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan
intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan balon.
5. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas,
ditujukan untuk penentuan adanya reaktivasi reuma.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid sistolik
yang bersifat kasar, bising menggerendang (rumble), aksentuasi presistolik, dan
mengerasnya bunyi jantung satu. Jika terdengar bunyi tambahan opening snap
berarti katup terbuka masih relatif lemas (pliable) sehingga waktu terbuka
mendadak saat diastolik menimbulkan bunyi menyentak. Jarak antara bunyi jantung
kedua dengan opening snap maka makin berat derajat stenosis.
Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar murmur
jantung yang khas ketika darah mengalir/menyembur melalui katup yang menyempit
dari atrium kiri. Tidak seperti katup normal yang membuka tanpa suara, pada
kelainan ini katup sering menimbulkan bunyi gemertak ketika membuka untuk
mengalirkan darah ke dalam ventrikel kiri.
F Data Obyektif
1. Gangguan mental
: lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek.
2. Gangguan
perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis.
3. Gangguan
hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan bunyi jantung
satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-mur/S3, bunyi jantung dua
dapat mengeras disertai bising sistole karena adanya hipertensi pulmunal, bunyi
bising sistole dini dari katup pulmunal dapat terdengar jika sudah terjadi
insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP dapat meningkat, gambaran EKG dapat
terlihat P mitral,fibrilasi artrial dan takikardia ventrikal.
4. Gangguan fungsi
pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal.
2.
Diagnosa keperawatan
1)
Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah
dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase
distolik.
2)
Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah
perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
3)
Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung,
kongestif pulmunal.
4)
Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan
tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal);
peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan
protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
5)
Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
3.
Perencanaan
1)
Diagnose keperawatan
:Penurunan
curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel
kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.
Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari,
penurunan curah
jantung dapat
diminimalkan.
Kriteria hasil: Vital sign dalam
batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output
adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban
kerja jantung.
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara
teratur setiap 4 jam.
b.
Catat bunyi jantung.
c.
Kaji perubahan warna kulit terhadap
sianosis dan pucat.
d.
Pantau intake dan output setiap 24
jam.
e.
Batasi aktifitas secara adekuat.
f.
Berikan kondisi psikologis lingkungan
yang tenang.
|
a.
Memonitor adanya perubahan sirkulasi
jantung sedini mungkin.
b.
Mengetahui adanya perubahan irama
jantung.
c.
Pucat
menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah
jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada
ventrikel.
d.
Ginjal berespon
untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.
e.
Istirahat memadai diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja
berlebihan.
f.
Stres emosi menghasilkan
vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.
|
2)
Diagnose keperawatan :Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan
sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
Tujuan :Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam
batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat,
sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak adaoedem,
bebas nyeri/ketidaknyamanan
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak adaoedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan
Intervensi
|
Rasional
|
Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu
(camas, bingung, letargi, pinsan).
|
Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah
jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli
sistemik.
|
Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab,
catat kekuatan nadi perifer.
|
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah
jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi
|
Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi
dorsofleksi), eritema, edema
|
Indikator adanya trombosis vena dalam
|
Dorong latihan kaki aktif/pasif.
|
Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan resiko tromboplebitis
|
Pantau pernafasan.
|
Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan.
Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru
|
Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus,
mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
|
Penurunan
aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh
kehilangan peristaltic
|
Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
|
Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ
|
3)
Diagnose keperawatan : Intoleran aktifitas b/d adanya
penurunan curah jantung, kongestif pulmunal
Tujuan :Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas sesuai
batas toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan
peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam
batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Intervensi
|
Rasional
|
a.
Kaji toleransi pasien terhadap
aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi
istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
b.
Tingkatkan istirahat dan batasi
aktifitas.
c.
Pertahankan klien tirah baring selama
sakit akut
d.
Tingkatkan klien duduk di kursi dan
tinggikan kaki klien
e.
Pertahankan rentang gerak pasif
selama sakit kritis
f.
Evaluasi tanda vital ketika kemajuan
aktivitas terjadi
g.
Berikan waktu istirahat diantara
waktu aktifitas
h.
Pertahankan pertambahan oksigen
sesuai instruksi
i.
Berikan diet sesuai pesanan
(pembatasan cairan dan natrium)
j.
Batasi pengunjung atau kunjungan oleh
pasien
k.
Kaji kesiapan untuk meningaktkan
aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi,
peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
l.
Dorong memajukan aktifitas/toleransi
perawatan diri.
m.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan
(makan, mandi, berpakaian, eleminasi).
n.
Anjurkan pasien
menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.
o.
Jelaskan pola peningkatan bertahap
dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan
tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
|
a.
Parameter menunjukkan respon
fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat pengaruh
kelebihan kerja jantung. Selain itu juga respon klien terhadap aktivitas
dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
b.
Menghindari terjadinya takikardi dan
pemendekan fase distole. Selain itu juga menurunkan kerja miokardium/konsumsi
oksigen.
c.
Untuk mengurangi beban jantung
d.
Untuk meningkatkan aliran balik vena
e.
Meningkatkan kontraksi otot sehingga
membantu aliran balik vena
f.
Untuk mengetahui fungsi jantung, bila
dikaitkan dengan aktifitas
g.
Untuk mendapatkan cukup waktu
resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung
h.
Untuk meningkatkan oksigenasi
jaringan
i.
Untuk mencegah retensi cairan dan
edema akibat penurunan kontraktilitas jantung
j.
Pembicaraan yang panjang sangat
mempengaruhi pasien, naum periode kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.
k.
Stabilitas fisiologis pada istirahat
penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
l.
Konsumsi oksigen miokardia selama
berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
m.
Teknik penghematan energi menurunkan
penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver
valsava) dapat mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung,
takikardia dengan peningaktan TD. Selain itu juga mengejan mengakibatkan
kontraksi otot dan vasokontriksi yang dapat meningkatkan preload, tahanan
vaskular sistemis, dan beban jantung.
n.
Aktifitas yang maju memberikan
kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.
|
4)
Diagnose keperawatan
:Resiko
kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena
pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air;
peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan
dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan :Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan tidak
terjadi.
Kriteria hasil: balance
cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat diterima,
tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Intervensi
|
Rasioanal
|
Pantau masukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan
(positif atau negative), timbang berat badan tiap hari.
|
Penting
pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi deuritik.
Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari
pengeluaran) dab berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal
jantung
|
Auskultasi
bunyi nafas dan jantung.
|
Tambahan
bunyi nafas(crackels) dapat menunjukkan timbulnya edema paru akut atau GJK
kronik. Terdengarnya S3 adalah salah satu temuan klinik pertama sehubungan
dengan dekompensasi. Ini mungkin sementara (gagal paru
kongestif akut) atau permanen (gagal jantung luas atau kronis sehubungan
penyakit katub berat)
|
Pantau Tekanan Darah
|
Hipertensi
umum sebagai akibat gangguan katup. Namun
peninggian tekanan darah di atas normal dapat menunjukan kelebihan cairan.
|
Jelaskan tujuan pembatasan cairan/natrium pada pasien/
orang terdekat. Libatkan dalam rencana jadwal pemasukan/pilihan diet yang
tepat.
|
Dapat meninggkatkan kerjasama pasien. Memberikan beberapa
rasa control dalam menghadapi upaya pembatasan.
|
Kolaborasi :
|
Menghambat reabsorbsi natrium atau klorida yang
meningkatkan ekskresi cairan dan menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan
edema paru.
|
|
Dapat diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel
atau edema.
|
|
Menurunkan retensi cairan.
|
5)
Diagnose keperawatan :Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan
membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area
interstitial/alveoli).
Tujuan :Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.
Kriteria hasil: sianosis
tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima, akral
hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
Intervensi
|
Rasional
|
a.
.
Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.
b.
Anjurkan pasien batuk efektif, nafas
dalam.
c.
Dorong perubahan posisi sering.
d.
Pertahankan posisi semifowler, sokong
tangan dengan bantal.
e.
Pantau GDA (kolaborasi tim medis),
nadi oksimetri.
f.
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi.
g.
Delegatif pemberian diuretik.
|
a.
Menyatakan adanya kongesti
paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b.
Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
c.
Membantu mencegah atelektasis dan
pneumonia.
d.
Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan
dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.
e.
Hipoksemia dapat menjadi berat selama
edema paru.
f.
Meningkatkan konsentrasi oksigen pada
bagian paru yaitu pada bagian alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
g.
Menurunkan kongesti alveolar,
meningkatkan pertukaran gas.
|
0 komentar:
Posting Komentar