Sabtu, 02 Maret 2013

makalah stenosis



BAB I


PENDAHULUAN






A.    Latar Belakang


Jantung merupakan organ vital pada sistem organ  manusia. Fungsi jantung untuk memompa darah yang mengandung oksigen dan  nutrien keseluruh tubuh. Jantung terdiri dari beberapa ruang yang di batasi oleh beberapa katub diantaranya adalah  katub atrioventrikuler dan katub semilunar. Katub atrioventrikular yang terdiri dari katub mitral (bicuspid) dan katub trikuspid terdapat diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katub semilunar  berada diantara ventrikel dengan aorta/arteri pulmonalis.


Gangguan pada katub-katub tersebut diantaranya  ialah stenosis mitral dan insufisiensi mitral. Stenosis mitral ialah terhambatnya aliran darah dalam jantung akibat perubahan struktur katub mitral yang menyebabkan tidak membukanya katub mitral secara sempurna pada saat diastolik. Insufisiensi mitral (regurgitasi) ialah keadaan dimana terjadi aliran darah balik (regurgitasi) dari ventrikel ke atrium selama sistolik yang disebabkan oleh kebocoran katub mitral.


Di luar negeri jarang terjadi stenosis mitral, sedangkan di Indonesia masih banyak tapi sudah menurun dari tahun sebelumnya (fermada’s blog). Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung reumatik. Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik. Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung reumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan kira-kira 4 : 1 dengan gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal. MS kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks pada bayi.


Stenosis dan insufisiensi mitral berawal dari bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya demam reuma. Selain itu, oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang menyebabkan  tubuh membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu. Ini membuat tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium kanan. Keregangan otot-otot atrium ini akan menyebabkan terjadinya fibrilasi atrium. Sebagai tenaga medis diharapkan bisa menginformasikan kepada mayarakat tentang pencegahan dan cara hidup sehat sebagai upaya pencegahan gangguan kardiovaskuler khususnya stenosis dan insufisiensi mitral.


Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan alat pompa kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih ke peredaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomi; vena kava, atrium kanan, ventrikal kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.


Ø Batas kiri jantung terdiri atas tonjolan yang bulat lonjong atau setengah bulat, terdiri dari:


1.    Tonjolan I: Paling atas adalah arkus aorta, merupakan setengah bulatan yang kira-kira     sebesar ibu jari, berhubungan langsung dengan aorta desenden.


2.    Tonjolan II: Disebabkan oleh arteri pulmonalis, pada umumnya lebih kecil, kadang-kadang sukar terlihat. Pada sistolik jantung, tonjolan ini akan lebih nyata.


3.    Tonjolan III : Disebabkan oleh aurikel atrium kiri, biasanya tidak tampak kecuali jika ada pembesaran atrium kiri.


4.    Tonjolan IV :Dibentuk oleh dinding luar ventrikel kiri.


Ø Pada batas kanan jantung juga terdapat 4 tonjolan:


1.    Tonjolan I :Disebabkan oleh vena kava superior, merupakan pelebaran di sisi mediastinum.


2.    Tonjolan II : Disebabkan oleh aorta asenden, merupakan garis lurus mengarah ke atas menuju ke arkus aorta. Batas vena kava dengan aorta asenden sukar ditetapkan tanpa aortogram.


3.    Tonjolan III : Kadang-kadang ada tonjolan kecil yang disebabkan oleh vena azygos.


4.    Tonjolan IV  :Tonjolan besar adalah atrium kanan.




B.     Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian dari stenosis mitral?


2.      Apa penyebab dari stenosis mitral?


3.      Bagaimana patofisiologi dari stenosis mitral?


4.      Bagaimana manifestasi klinik dari stenosis?


5.      Bagaimana pengobatan stenosis mitral?


6.      Bagaimana proses keperawatan stenosis mitral?




C.    Tujuan


1.      Untuk mengetahui pengertian dari stenosis mitral


2.      Untuk mengetahui penyebab dari stenosis mitral


3.      Untuk mengetahui patofisiologi dari stenosis mitral


4.      Untuk mengetahui manifestasi klinik drai stenosis


5.      Untuk mengetahui pengobatan dari stenosis


6.      Untuk mengetahui proses keperawata stenosis











BAB II


PEMBAHASAN




A.    Pengertian


Jantung adalah sebuah pompa muskuler yang memiliki empat katup, yang terbuka dan tertutup untuk menjaga agar darah mengalir pada arah yang tepat. Katup mitral menghubungkan atrium kiri dengan ventrikel kiri.


Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah yang melintasi katup-katup tersebut. Katup normal memiliki dua ciri aliran yang kritis : aliran searah dan aliran yang tidak dihalangi. Katup akan terbuka jika tekanan dalam ruang jantung di proksimal katup lebih besar dari tekanan dalam ruang atau pembuluh di sebelah distal katup. Daun katup sedemikian responsifnya sehingga perbedaan tekanan yang kecil (kurang dari 1 mmHg) antara dua ruang jantung sudah mampu membuka dan menutup daun katup tersebut.


Katup yang terserang penyakit dapat menimbulkan dua jenis gangguan fungsional: insufisiensi katup-daun katup tidak dapat menutup dengan rapat sehingga darah dapat mengalir balik (sinonimnya adalah regurgitasi katup dan inkompetensi katup); stenosis katup-lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami hambatan. Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai “lesi campuran” atau sendiri-sendiri. Yang terakhir ini disebut “lesi murni.


Mitral stenosis adalah suatu penyempitan jalan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran sedang dari atrium kiri dapat terlihat. Meningkatnya tekanan vena pulmonalis menyebabkan diversi darah yang nampak dengan radiografi berupa pelebaran relatif pembuluh darah untuk bagian atas paru dibandingkan dengan pembuluh darah untuk bagian bawah paru.Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.Stenosis Katup Mitral (Mitral Stenosis) merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.


B.     Etiologi


Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering diakubatkan oleh penyakit jantung reumatik.Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik.Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung reumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan kira-kira 4:1.


Disamping atas dasar penyakit jantung reumatik, masih ada beberapa keadaan yang dapat memperlihatkan gejala-gejala seperti stenosis mitral, misalnya miksoma atrium kiri, bersamaan dengan ASD (atrium septal defect) seperti pada sindrom Lutembacher, ball velve thrombi pada atrium kiri yang dapat menyebabkan obstruksi outflow atrium kiri. Kausa yang sangat jarang sekali ialah stenosis mitral atas dasar kongenital, dimana terdapat semacam membran di dalam atrium kiri yang dapat memeprlihatkan keadaan kortri atrium. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).


Penyebab tersering dari mitral stenosis adalah demam reumatik. Penyebab yang agak jarang antara lain : mitral stenosis kongenital, lupus eritematosus sistemik (SLE), artritis reumatoid (RA), atrial myxoma, dan endokarditis bacterial. Selain itu, virus seperti coxsackie diduga memegang peranan pada timbulnya penyakit katup jantung kronis . Gejala dapat dimulai dengan suatu episode atrial fibrilasi atau dapat dicetuskan oleh kehamilan dan stress lainnya terhadap tubuh misalnya infeksi (pada jantung, paru-paru, etc) atau gangguan jantung yang lain.


Stenosis katup mitral hampir selalu disebabkan oleh demam rematik, yang pada saat ini sudah jarang ditemukan di Amerika Utara dan Eropa Barat. Karena itu di wilayah tersebut, stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak. Yang khas adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup mitral sebagian bergabung menjadi satu. Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan. Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun, kecuali jika telah menjalani pembedahan. Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral.


Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner). Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat. Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat. Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur.


C.    Patofisiologi


Mitral stenosis murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua penderita penyakit jantung reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih, setelah suatu episode penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi onset dari gejala mitral stenosis sebelumnya.


Penyempitan dari katup mitral menyebabkan perubahan pada peredaran darah, terutama di atas katup. Ventrikel kiri yang berada di bawah katup tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada mitral stenosis yang berat, ventrikel kiri dan aorta dapat menjadi kecil.Luas normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium ini berkurang hingga 2 cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang dibutuhkan agar aliran transmitral tetap normal. Mitral stenosis yang parah terjadi ketika pembukaan berkurang hingga 1 cm2. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.Mitral stenosis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolic ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradient tekanan antara kedua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal.


Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompa darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel. Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena volume atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. Tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam alveoli.Pada akhirnya, tekanan arteria pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi. Respon ini memastikan gradient tekanan yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru. Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan memberi respons terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi.


Lama kelamaan hipertrofi ini akan dikuti oleh dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan posisi PA. Pembesaran ventrikel kanan ini lama kelamaan mempengaruhi fungsi katup trikuspid. Katup ini akan mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan mengalami kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang. Dilatasi ventrikel kanan akan bertambah, sehingga kemungkinan terjadinya insufisisiensi katup trikuspid semakin besar pula.


D.    Manifestasi Klinis


Sebagian besar pasien menyangkal riwayat demam reumatik sebelumnya. keluhan berkaitan dengan tingkat aktivitas fisik dan tidak hanya ditentukan oleh luasnya lubang mitral, misalnya wanita hamil. Keluhan dapat berupa takikardi, dispne, takipnea, atau ortopnea, dan denyut jantung tidak teratur. tak janrang terjadi gagal jantung dan batuk darah. Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri pulmonalis belum tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada akibat bendungan atrium kiri, vena pulmonal, dan intertisial paru. Jika ventrikel kanan sudah tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri pulmonalis, keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.


Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid diastolik yang bersifat kasar, bising menggerendang (rumble), aksentuasi presistolik, dan mengerasnya bunyi jantung satu. Jika terdengar bunyi tambahan openingsanp berarti katup terbuka masih relatif lemas (pliable) sehingga waktu terbuka mendadak saat diastolik menimbulkan bunyi menyentak (seperti tali putus). Jarak bunyi jantung kedua dengan openingsnap memebrikan gambaran beratnya stenosis. Makin pendek jarak ini berarti makin berat derajat penyempitan.Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat mengeras disertai bising sistolik karena adanya hipertensi pulmonal. Jika sedah terjadi insufisiensi pulmonal, dapat terdengar bising diastolik katup pulmonal. Penyakit penyerta bisa terjadi pada katup-katup lain, misalnya stenosis trikuspid atau insufisiensi trikuspid. Bila perlu, untuk konfirmasi hasil auskultasi dapat dilakukan pemeriksaan fonokardiografi yang dapat merekam bising tambahan yang sesuai. Pada fase lanjutan, ketika sudah terjadi bendungan intersitial dan alveolar paru, akan terdengar ronki basah atau mengi pada fase ekspirasi. jika hal ini berlanjut terus dan meyebabkan gagal jantung kanan, keluhan dan tanda-tanda edema paru akan berkurang atau menghilang dan sebaliknya tanda-tanda berndungan sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, sites, dan edema tungkai). Pada fase ini biasanya tanda-tanda gagal hati akanmencolok, seperti ikterus, menurunnya protein plasma, hiperpigmentasi kulit (fasies mitral). (Arief Mansjoer, dkk. 2000).


E.     Pencegahan dan Pengobatan


1.    Pencegahan


Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak diobati. Pencegahan eksaserbasi demam rematik dapat dengan :


a.    Benzatin Penisilin G 1,2 juta µ IM setiap 4 minggu sampai umur 40 tahun


b.    Eritromisin 2×250 mg/hari


Profilaksis reuma harus diberikan sampai umur 25 tahun walupun sudah dilakukan intervensi.Bila sesudah umur 25 tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi, maka profilaksis dilanjutkan 5 tahun lagi.Pencegahan terhadap endokarditis infektif diberikan pada setiap tindakan operasi misalnya pencabutan gigi, luka dan sebagainya.


2.    Pengobatan


Prinsip dasar penatalaksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit, tetapi indikasi ini hanya untuk pasien kelas fungsional III (NYHA) ke atas. Pengobatan farmakologis hanya diberikan bila ada tanda-tanda gagal jantung, aritmia ataupun reaktifasi reuma. Obat-obat seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium. ika terjadi gagal jantung, digoxin juga akan memperkuat denyut jantung.


Pada keadaan fibrilasi atrium pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah dan untuk mengurangi kongesti. Antikoagulan Warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli. Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup.


Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup :


1. Closed Mitral Commisurotomy.


2. Open Mitral Valvotomy.


3. Mitral Valve Replacement.


Pada prosedur valvuloplasti balon, lubang katup diregangkan.Kateter yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu. Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan.Jika kerusakan katupnya terlalu parah, bisa diganti dengan katup mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup babi.Sebelum menjalani berbagai tindakan gigi atau pembedahan, kepada penderita diberikan antibiotik pencegahan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi katup jantung.


Tidak ada pengobatan yang dibutuhkan jika gejala-gejala tidak ditemukan atau hanya ringan saja. Rujukan ke rumah sakit hanya dibutuhkan untuk diagnosis atau penanganan gejala yang berat. Tak ada obat yang dapat mengoreksi suatu defek katup mitral. Hanya saja obat-obatan tertentu dapat digunakan untuk mengurangi gejala dengan mempermudah kerja pemompaan jantung dan mengatur irama jantung, misalnya diuretik untuk mengurangi akumulasi cairan di paru. Antikoagulan dapat membantu mencegah terbentuknya bekuan darah pada jantung dengan kerusakan katup. Antibiotik diberikan bila pasien akan menjalani tindakan bedah, tindakan dentologi, atau tindakan medis tertentu lainnya.


Tindakan bedah dapat dilakukan untuk mengoreksi kelainan ini. Kadang-kadang katup dapat dibuka teregang dengan suatu prosedur yang disebut dengan balloon valvuloplasty. Pada balloon valvuloplasty, sebuah balon berujung kateter disusupkan melewati vena dan akhirnya sampai ke jantung. Ketika berada di dalam katup balon dikembangkan lalu memisahkan daun katup. Pilihan lainnya adalah bedah jantung untuk memisahkan fusi kommisura. Jika katup rusak berat dapat dilakukan mitral valve repair atau mitral valve replacement.


F.     Proses Keperawatan


1.      Pengkajian


Pengkajian fokus yang dapat dilakukan terkait kasus stenosis mitral adalah sebagai berikut :


a.    Auskultasi memperdengarkan bising diastolik dan bunyi jantung pertama (sewaktu katup AV menutup) mengeras dan opening snap akibat hilangnya kelenturan daun katup.


b.    Elektrokardiogram menggambarkan pembesaran atriun kiri (gelombang P melebar dan bertakik, deikenal sebagai P mitrale) bila iramanya sinus normal, hipertrofi ventrikel kanan, dan fibrilasi atrium.


c.    Radiogram thorax menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan, kongesti vena pulmonalis, edema paru-paru interstitial, redistribusi vaskular paru-paru ke lobus atas, kalsifikasi katup mitral.


d.   Temuan hemodinamika menunjukkan peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitral, peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis dengan  gelombang a yang prominent peningkatan tekanan arteria paru-paru, curah jantung rendah, peningkatan tekanan jantung sebelah kanan dan tekanan  vena jugularis, dengan gelombang a yang bermakna di bagian atrium kanan atau vena jugularis, jika ada insufisiensi trikuspidalis.






Pengkajian lainnya berupa :


F Data subjektif


1.      Anamnesa


1.      Data demogrfi


Data demografi berupa biodata klien dan pennggung jawab.


Ø  Nama


Ø  Usia


Ø  Jenis Kelamin


Ø   Suku/ bangsa


Ø  Agama


Ø  Pendidikan


Ø  Pekerjaan


Ø  Alamat


2.      Keluhan Utama: pasien dengan stenosis mitral biasanya mengeluh sesak, sianosis dan batuk-batuk.


3.      Riwayat Penyakit Sekarang : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, sianosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.


4.      Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit Demam rematik, SLE(Systemic Lupus Erithematosus), RA(Rhemautoid arthritis), Miksoma (tumor jinak di atrium kiri).


5.      Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya stenosis mitral.


2.      Pengkajian psikososial


a.       Sesak napas berpengaruh pada interaksi


b.      Aktivitas terbatas


c.       Takut menghadapi tindakan pembedahan


d.      Stress akibat kondisi penyakit dengan prognosis yang buruk


3.      Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik, yang meliputi keadaan umum (dapat dinilai meliputi kesadaran klien, GCS, vital sign), kepala, leher (bias diperiksa adanya distensi JVP), dada (dapat dipakai untuk menilai pulmo dan jantung), abdomen, genitalia, rectum, ekstremitas


4.      Pemeriksaan penunjang


1.      EKG


Memperlihatkan gambaran P mitral berupa takik (notching ) gelombang P dengan gambaran QRS yang masih normal dan Right Axis Deviation. Pada stenosis mitral reumatik, sering dijumpai adanya fibrilasi atau flutter atrium.


2.      Foto Thorax


§  Dapat menunjukkan pembesaran atrium


§  Pelebaran arteri pulmonal


§  Aorta yang relatif kecil


§  Pembesaran ventrikel kanan


§  Perkapuran di daerah katup mitral atau perkardium


§  Pada paru-paru terlihat tanda-tanda bendungan vena


§  Edem Interstitial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan atrium kiri < 20 mmHg dan 70% pada tekanan atrium >20 mmHg


3.      Ekokardiografi


Pemeriksaan ekokardiografi M-mode dan 2D-Doppler sangat penting dalam penegakan diagnosis. Dapat digunakan untuk :


§  Menentukan derajat stenosis


§  Dimensi ruang untuk jantung


§  Ada tidaknya kelainan penyerta


§  Ada tidaknya trombus pada atrium kiri


4.      Kateterisasi jantung


Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenispenyumbatannya. Walaupun demikian pada keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedur ekokardiografi yang lengkap. Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi non bedah yaitu valvulotomi dengan balon.


5.      Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas, ditujukan untuk penentuan adanya reaktivasi reuma.


Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid sistolik yang bersifat kasar, bising menggerendang (rumble), aksentuasi presistolik, dan mengerasnya bunyi jantung satu. Jika terdengar bunyi tambahan opening snap berarti katup terbuka masih relatif lemas (pliable) sehingga waktu terbuka mendadak saat diastolik menimbulkan bunyi menyentak. Jarak antara bunyi jantung kedua dengan opening snap maka makin berat derajat stenosis.


Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar murmur jantung yang khas ketika darah mengalir/menyembur melalui katup yang menyempit dari atrium kiri. Tidak seperti katup normal yang membuka tanpa suara, pada kelainan ini katup sering menimbulkan bunyi gemertak ketika membuka untuk mengalirkan darah ke dalam ventrikel kiri.




F Data Obyektif


1.      Gangguan mental : lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek.


2.      Gangguan perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis.


3.      Gangguan hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan bunyi jantung satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-mur/S3, bunyi jantung dua dapat mengeras disertai bising sistole karena adanya hipertensi pulmunal, bunyi bising sistole dini dari katup pulmunal dapat terdengar jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP dapat meningkat, gambaran EKG dapat terlihat P mitral,fibrilasi artrial dan takikardia ventrikal.


4.      Gangguan fungsi pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal.




2.      Diagnosa keperawatan


1)   Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.


2)   Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.


3)   Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.


4)   Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).


5)   Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).


3.      Perencanaan




1)      Diagnose keperawatan :Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah


jantung dapat diminimalkan.


Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.





Intervensi



Rasional





a.       Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.

b.      Catat bunyi jantung.

c.       Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.

d.      Pantau intake dan output setiap 24 jam.

e.       Batasi aktifitas secara adekuat.

f.       Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.




a.       Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.

b.      Mengetahui adanya perubahan irama jantung.

c.       Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.

d.      Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.

e.       Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.

f.       Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.




2)      Diagnose keperawatan :Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak adaoedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan





Intervensi



Rasional





Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pinsan).



Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.





Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.



Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi





Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema



Indikator adanya trombosis vena dalam





Dorong latihan kaki aktif/pasif.



Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis





Pantau pernafasan.



Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru





Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.



Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh kehilangan peristaltic





Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.



Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ



3)      Diagnose keperawatan : Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur.


Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.







Intervensi



Rasional





a.       Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.

b.        Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.

c.         Pertahankan klien tirah baring selama sakit akut

d.        Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien

e.         Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis

f.         Evaluasi tanda vital ketika kemajuan aktivitas terjadi

g.        Berikan waktu istirahat diantara waktu aktifitas

h.        Pertahankan pertambahan oksigen sesuai instruksi

i.          Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan cairan dan natrium)

j.          Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien

k.        Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.

l.          Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.

m.      Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).

n.        Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.

o.        Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.




a.       Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung. Selain itu juga respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.

b.      Menghindari terjadinya takikardi dan pemendekan fase distole. Selain itu juga menurunkan kerja miokardium/konsumsi oksigen.

c.       Untuk mengurangi beban jantung

d.      Untuk meningkatkan aliran balik vena

e.       Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran balik vena

f.       Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktifitas

g.      Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung

h.      Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan

i.        Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung

j.        Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, naum periode kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.

k.      Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.

l.        Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

m.    Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.Aktifitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk (manuver valsava) dapat mengakibatkan bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan peningaktan TD. Selain itu juga mengejan mengakibatkan kontraksi otot dan vasokontriksi yang dapat meningkatkan preload, tahanan vaskular sistemis, dan beban jantung.

n.      Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.






4)      Diagnose keperawatan :Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan tidak terjadi.


Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.





Intervensi



Rasioanal





Pantau masukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negative), timbang berat badan tiap hari.



Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi deuritik. Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dab berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung





Auskultasi bunyi nafas dan jantung.



Tambahan bunyi nafas(crackels) dapat menunjukkan timbulnya edema paru akut atau GJK kronik. Terdengarnya S3 adalah salah satu temuan klinik pertama sehubungan dengan dekompensasi. Ini mungkin sementara (gagal paru kongestif akut) atau permanen (gagal jantung luas atau kronis sehubungan penyakit katub berat)





Pantau Tekanan Darah



Hipertensi umum sebagai akibat gangguan katup. Namun peninggian tekanan darah di atas normal dapat menunjukan kelebihan cairan.





Jelaskan tujuan pembatasan cairan/natrium pada pasien/ orang terdekat. Libatkan dalam rencana jadwal pemasukan/pilihan diet yang tepat.



Dapat meninggkatkan kerjasama pasien. Memberikan beberapa rasa control dalam menghadapi upaya pembatasan.





Kolaborasi :

  1. Berikan deuritik, contoh flurosemig (Lazix), asam etakrinik (edekrin) sesuai indikasi





Menghambat reabsorbsi natrium atau klorida yang meningkatkan ekskresi cairan dan menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.





  1. Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan intravena)



Dapat diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel atau edema.





  1. Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi



Menurunkan retensi cairan.





5)      Diagnose keperawatan :Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).


Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.


Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.





Intervensi



Rasional





a.      .        Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.

b.      Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.

c.      Dorong perubahan posisi sering.

d.     Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.   

e.      Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.

f.       Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

g.      Delegatif pemberian diuretik.




a.      Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.

b.      Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

c.      Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

d.     Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.

e.      Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.

f.       Meningkatkan konsentrasi oksigen pada bagian paru yaitu pada bagian alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.

g.      Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.




4.      Implementasi


Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.


5.      Evaluasi


Hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :


1.      Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.


2.      vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan


3.      Menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.


4.      Balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.


5.      Sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.























BAB III


PENUTUP




A.    Kesimpulan


Stenosis mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan aliran darah ke ventrikel, sedangkan insufisiensi mitral adalah  keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik sebagai akibat dari tidak sempurnanya penutupan katup mitral.


Penyebab tersering terjadinya stenosis mitral adalah demam reumatik (lebih dari 90%). Berdasarkan guidelines American College of Cardiology 1998 tentang manajemen penyakit jantung katup, hanya 40% yang merupakan MS murni, sisanya MS akibat penyakit jantung rheumatik. Dan penyebab tersering terjadinya insufisiensi katub mitral adalah penyakit jantung rematik (PJR/RHD).PJR merupakan salah satu penyebab yang sering dari insufisiensi mitral  berat.


Manifestasi klinis dari stenois dan insufisiensi mitral hampir sama diantaranya ialah dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi, dan nyeri dada.


Proses tejadinya stenosis mitral dan insufisiensi mitral diawalai dengan bakteri Streptococcus beta hemolitics  grup A yang menyebabkan demam rheuma yang kenmudian oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang menyebabkan  tubuh membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral jantung.  dan hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku.


Berbagai permeriksaan yang digunakan untuk menunjang diagnostic stenosis dan insufisensi itral diantaranya adalah elektrokardiogram, rontgen dada, dan ekokardiografi. Penatalaksanaan yang digunakan untuk kasus stenosis dan insufisiensi mitral meliputi terapi medikamentosa dan pembedahan. Pembedahan dilakukan   jika terapi obat tidak mengurangi gejala secara maksimal.


Asuhan keperawatan pada kasus ini dilakukan sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan pada umumnya. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada stenosis dan insufisiensi mitral salah satunya ialah penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik. Intervensi dilakukan untuk menyelesaikan masalah keperawan tersebut dan harus memperhatikan keadaan pasien.




B.     Saran


Disadari  pula bahwa  makalah  ini bukanlah hasil  karya seorang  profesional, sehingga tentu  saja  masih  banyak memiliki  kekurangan-kekurangan  di dalamnya  baik  dari  segi  metode  penyusunan  maupun dari segi materinya yang belum sempurna yang masih  jauh  dari  harapan  kita. Oleh  karena  itu,  penyusun  berharap adanya  saran dan kritik dari  para pembaca  demi  kesempurnaan  karya ini dan  karya-karya selanjutnya.































DAFTAR PUSTAKA




Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.


Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.


Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.













0 komentar: