Cahaya
Malam
“Ray, besok kita nyari buku yuk” ujar
Maya
“buku apaan ? baru tau aku, kalau kamu
suka buku ? sejak kapan ?” tanyaku heran
“udah deh Ray, pokoknya kamu harus
temenin aku. Titik nggak pake koma!”
Setelah memintaku untuk menemaninya, Maya
melongos pergi. Ada apa lagi dengannya ? Maya, baca buku ? apa ada yang salah
ya ? Aku melanjutkan membaca buku. Kali ini Maya mau ngapain lagi sih ?
* * *
Aku menunggu dipelataran toko buku
Monginsidi, sesekali aku melirik jam tanganku. Maya kemana sih ? tanyaku dalam
hati. Ini sudah jam 4 lewat 25 menit. Aku sudah menunggu hampir setengah jam.
Bukannya tadi dia minta aku supaya datang cepat, kenapa dia yang pake telat.
Kesal menunggu aku lalu mengambil handphone dalam katong tasku. Lalu menelfon
Maya.
“ halo Maya, kamu dimana sih udah jam
berapa ini ?”
“ sory Ray, aku sakit perut nih, kamu dah
ada di toko buku ya ?” katanya setengah meringis
“ ya ampun May, kok kamu nggak
bilang-bilang sih ?”
“ aku minta tolong, cariin aku buku Kahlil
Gibran dong”
“ ya udah aku cariin, mama kamu ada
dirumah kan May ?” tanyaku pada Maya
“ mama. Lagi diluar Ray”
“ ya sudah, kamu tunggu disitu, setengah
jam lagi aku nyampe”
Klik, aku menutup telfon dan bergegas
masuk kedalam toko. Aku mencari buku yang Maya maksud. Dan akhirnya aku
menemukan buku itu. Aku membacanya sebentar, Kahlil Gibran, buku ini mana
mungkin Maya suka, setiap kali aku membacanya diperpustakaan sekolah, Maya
selalu saja meledekku. Ya sudahlah tidak penting juga Maya pasti punya alasan
untuk membeli buku ini.
“ suka baca buku Kahlil Gibran juga ?”
Tanya seseorang disampingku
“ ah, lumayan suka. Tapi nggak pernah
koleksi sih “ jawabku
“ trus, kamu beli buat siapa?” Tanyanya
lagi
“ buat temen, ya sudah aku duluan” kataku
tersenyum padanya.
Aku beranjak ke kasir lalu membayar buku
titipan Maya. Saat aku berbalik arah, aku tidak sengaja menabrak seseorang
didepanku. Buku-bukunya jatuh dilantai, dengan sigap akupun membantunya
mengambil buku-buku yang berserakan dilantai.
“ maaf, aku tidak sengaja” ucapku
“ tidak apa-apa kok”
Aku menatapnya, manis juga senyumnya.
Tapi dia siapa ? tanyaku dalam hati. Dia lalu bergegas meninggalkanku. Aku
masih berdiri dan menatapnya. Siapa dia yah ?. perasaanku kok jadi tidak karuan
begini. Tiba-tiba telfonku berdering.
“ Raya, kamu lagi dimana sayang” kata
mama diseberang telfon
“ toko buku ma, beli titipan Maya”
“ ya sudah kamu hati-hati ya”
Mama menutup telfonnya. Aku jadi teringat
Maya, dia pasti sudah menunggu, akupun bergegas keluar dari toko buku dan naik
angkutan umum ke rumahnya. 2o menit perjalanan akupun sampai dirumah Maya,
berbekal buku dan obat yang baru aku beli di apotik tadi. Akupun masuk kedalam
rumah, mendapati Maya terbaring ditempat tidur. Aku lalu kedapur mengambil
segelas air untuknya. Kusodorkan obat dan segelas air putih kepada Maya. Dia terlihat
kesakitan, setelah meminum obat, aku menyuruhnya untuk tidur. Akupun
mengurungkan niatku bertanya, untuk apa dia beli buku ini. Mungkin besok, baru
aku tanya Maya, bisikku dalam hati.
* * *
Pagi-pagi
aku sudah bangun, setelah mandi dan sarapan aku berangkat kesekolah. Kebetulan
hari ini ada piket kelas. Jadi aku harus
datang lebih awal. Jarak antara sekolah dan rumahku lumayan dekat, cukup 15
menitlah. Setiap hari aku berangkat kesekolah dengan kendaraan umum, walaupun
aku anak satu-satunya tapi orang tuaku selalu mengajarkan aku untuk mandiri.
Aku kembali teringat dengan cowok yang kemarin, tapi kali ini aku sudah lupa
bagaimana wajahnya, bagaimana tidak aku hanya melihatnya sekilas saja. Dan yang
parah aku hanya ingat senyumnya saja.
Sampai
disekolah, aku lalu berjalan ke kelas. Sampai dikelas sebagai siswa yang baik
aku lalu menyapu ruangan kelas, setelah semuanya beres, aku lalu duduk
bersantai di depan kelas. Sejuknya udara pagi. Aku pun membaca buku biologi,
hari ini kebetulan ada tes jadi aku harus belajar, maklum otakku setengah, jadi
harus sering-sering diasah.
* * *
Usai
jam pelajaran biologi, aku bertanya kepada Maya.
“
May sebenarnya buku itu buat apaan sih ?” Tanyaku heran
“
buat seseorang “
“ kamu, jangan-jangan,
kamu lagi jatuh cinta ya, makanya kamu mau belajar bikin kata-kata romantis
dari buku Kahlil Gibran kan ? ayo ngaku” kataku menebak-nebak
“ nggaklah,
sejak kapan aku jadi sok romantis kayak kamu, ye….., salah sangka ni anak”
“ lalu buat
apaan dong May” Tanyaku lagi
“ kan udah aku
bilang, buat seseorang, nah ceritanya, aku mau ngasih buku ini buat seseorang”
“ dari tadi
seseorang mulu kamu”
“ Ray,
ceritanya nanti aja ya, pokoknya kamu doain aku aja supaya rencanaku sukses”
* * *
Setelah kasus
buku kemarin, Maya lebih sibuk dengan urusannya sendiri. Aku jadi bingung
sebenarnya apa yang dikerjakan anak itu. Ini sudah seminggu setelah ia menolak
ajakanku jalan-jalan kemarin. Aku pun enggang bertanya. Jadi teringat dengan
cowok yang aku tabrak kemarin. Akhir-akhir ini aku jadi lebih sering
memikirnya. Bagaimana jika aku ke toko buku, semoga saja aku bisa bertemu
dengan. Aku selalu rindu dengan senyuman itu.
Jam empat sore
aku sudah berada di tepat didepan toko buku. Aku lalu masuk kedalam,
melihat-lihat isinya. Akupun melihat tanda-tanda keberadaannya. Tapi sayang
setelah mengelili seluruh ruangan aku tidak melihat batang hidungnya. Tapi aku
tidak putus asa, aku mencarinya sekali lagi. Tapi sayang hari ini bukan hari
yang baik untukku. Aku mencari lagi besok. Ucapku optimis
* * *
“ Raya, ada
kabar bagus” teriak Maya sambil melambaikan tangannya.
Aku tersenyum
lalu mendekatinya. Dia lalu merangkul lenganku dan mengajakku duduk dibawah
pohon. Sepoi angin membuat suasana lebih tenang.
“ May, kamu
kemana saja sih, beberapa minggu belakangan ini kamu sibuk dan lupa dengan
sahabatmu”
“ aku kan sudah
bilang, aku punya urusan penting dan sekarang aku akan cerita” ujar Maya
“ ya ya, aku
sudah tau kamu sibuk ngincar cowok kan !”
“ tau darimana
?”
“semua juga tau
kali May, ABG labil yang kerjaannya ngilang setiap kali di ajak nongkrong, pake
alasan yang tidak jelas ya pastilah” kataku sambil tersenyum
Maya bercerita
tentang pacar barunya. Ya gara-gara cowok itu dia jadi kebablasan nyari-nyari
buku Kahlil Gibran, berusaha membaca dan mengerti tulisan-tulisannya. Maya,
baru kali ini lihat tingkahnya berubah. Mungkin itulah yang disebut cinta.
Gilang pacar baru Maya ternyata senang membaca tulisan-tulisan Kahlil Gibran,
dan untuk menyenangkan hati Gilang dia harus bolak –balik ke toko untuk
mengoleksi buku-buku itu. Maya pertama kali bertemu Gilang di toko buku, secara
tidak sengaja. Dan dari situlah mereka semakin hari semakin akrab dan akhirnya
Maya jatuh cinta. Semenjak itu ia lebih sibuk mendekatkan diri dengan Gilang.
Syukurlah Gilang menanggapi, akhir mereka jadian. Setelah mereka jadian, Maya
menceritakan semuanya kepada Gilang, dia mengaku alau sebenarnya dia punya
tipikal cewek yang suka baca tulisan-tulisan aneh yang tidak jelas maknanya
seperti tulisan Kahlil Gibran, karena menurutnya, kualitas yang ditawarkan
salam buku itu tidak mencukupi kuota otaknya,terlalu tinggi. Ya, mungkin jalan
Maya dimudahkan untuk dapat pacar, Gialng pun tidak keberatan kalau Maya, tidak
menyukai karya dari Kahlil Gibran. Begitulah cerita Maya. Dan sebagai
permintaan maafnya, dia akan mengenalkan aku dengan pacar baru.
“ kamu harus ketemu,
anggap saja permintaan maafku, dan semoga kamu jadi inisiatif punya pacar”
tuturnya padaku
“ iya aku
pengen ketemu, lagian Gilang itu orangnya bagaimana ? sampai-sampai Maya lupa
daratan kayak gini ” jawabku setengah ketawa
* * *
Hari ini aku
menepati janji, untuk bertemu dengan Gilang pacar baru Maya. Penasaran juga
bagaimana sosok Gilang. Aku menunggu Maya didepan Kafe jalan perintis. Maya pun
muncul didepanku dengan senyum sumringah.
“ Hai Raya….
Sudah lama menunggu ?” tegur Maya
“ belum,..”
jawabku
“ ya sudah ayo
masuk, entar dia juga bakalan datang “
Kamipun
melenggak masuk ke dalam kafe, aku duduk tepat di samping jendela. Sambil
menatap keluar dengan perasaan yang masih penasaran dengan pemilik senyyum itu,
aku kembali berfikir, siapa dia ? kapan aku bisa bertemu dengannya ? setidaknya
untuk tahu siapa namanya.
“ Ray, orang
sudah datang tuh”
Aku memandang
kearah Gilang, pacar baru May.
“ kita pernah
ketemu kan ?” tanyaku pada Gilang
“ iya, kalau
tidak salah di toko buku monginsidi, wah kebetulan sekali”
“ jadi kalian
sudah pernah ketemu ?” ujar Maya senang
“ iya May, di
toko buku, dunia sempit ya” kataku sambil mengulurkan tangan tanda
persahabatan.
Sore itu air
wajah Maya, lebih terang dari biasanya, mungkin inilah yang disebut jatuh
cinta. Akhirnya ia bisa mndapatkan apa yang dia mau, aku berujar dalam hati semoga
mereka langgeng. Diam-diam aku merasa iri dengan mereka, aku berbisik semoga
Tuhan telah menakdirkan aku bertemu seseorang.
* * *
Sampai
saat ini aku masih memikirkan orang itu, ya Tuhan aku tidak tau apa yang
terjadi denganku. Ini sudah kali keduanya aku datang ke toko ini hanya sekedar
untuk melihat senyuman itu lagi. Apa aku jatuh cinta pada senyuman itu. Tapi
itu hanya sesaat, apa mungkin bertemu sesaat dengannya sudah membuat aku jatuh
cinta. Tapi tetap saja menurutku ini aneh.
Aku sudah
berkeliling di toko buku ini dan
lagi-lagi aku masih tidak bisa menemukannya. Aku pun duduk di deretan kursi
samping rak-rak buku sambil melipat tangan. Aku menatap ke sekeliling ruangan,
apa mungkin kita akan bertemu lagi ya ? aku heran, baru kali ini aku
benar-benar penasaran dengan seseorang. Sampai-sampai aku merelakan waktu
berjam-jam hanya untuk sejenak melihatnya. Aku menghela nafas panjang.
“ Raya,
ngapain, lagi nyari buku juga ?” Tanya seseorang didepanku
“ Gilang, mm
nggak kok, Cuma pengen baca aja, makanya aku kesini” kata-kata yang keluar dari
mulutku jadi tidak beraturan
“ oh… begitu”
Aku jadi serba
salah didapan Gilang, semoga saja tidak berfikir yang macam-macam denganku.
Pemilik senyum itu kemana ya ?
* * *
Hari minggu ini
aku putuskan untuk tinggal dirumah dan tidak kemana-kemana. Aku ingin bersantai
dan baca novel. Telfon rumah berdering.
“ Ya, halo”
jawabku
“ Raya, mama
bisa minta tolong sayang ?”
“ iya, mama,
ada apa ?”
“ kamu tolong
jemput teman mamanya di bandara, dan antar dia ke rumah tante Elia, siap-siap
sekarang ya, nanti teman mama kelamaan nunggunya ”
“ iya ma.. aku
berangkat sekarang”
“ oh iya, mang
Diman kan lagi nganterin mama, jadi kamu naik taksi aja, mama sudah titip uang
sama bibi, tinggal ambil aja, ya sudah ya sayang hati-hati dijalan ”
“ iya mama siap
” jawabku ringan
Aku bergegas ke
kamar mandi, setelah mandi pakai baju. Aku mengambil tas dan handphone diatas
meja.
“ bibi, aku mau
ngambil uang titipan mama”
“ ia, mbak Ray
“
Bibi berjalan
dari dapur lalu menemuiku di depan teras rumah. Ia lalu menyerahkan beberapa
lembar uang seratus ribu untuk.
“ aku pergi ya
bi, assalamualaikum”
“
waalaikumsalam, hati-hati ya mbak”
Aku berjalan
kedepan pagar rumah, menunggu taksi yang sudah aku pesan tadi. 5 menit menunggu
akhirnya taksi datang juga, aku bergegas naik.
“ halo, mama
nama teman mama siapa sih ?”
“ oh iya sayang
mama lupa, namanya tante Ema, kata tante Elia dia pakai baju batik warna hijau,
kamu sudah dimana ?”
“ sudah
dijalan”
“ kalau kamu
ketemu sama tante Ema, bilang aja kamu anak mama, tadi mama juga sudah telfon
tante Ema”
“ iya ma.. udah
dah dulu ya ma ”
“iya sayang
kamu hati-hati ya…”
Mama menutup
telfonku, tante Ema teman mama ? mungkin teman SMA kali, fikirku. Lalu mama
nyuruh aku mengantarnya kerumah tante Elia. Tetangga baru samping rumahku. Mama
dan tante Elia sahabat akrab sejak waktu SMP. Dan keluarga tante Elia baru saja
pindah, aku belum mengenal anggota keluarganya yang lain. Hanya tante Elia dan
om Danu yang aku kenal selebihnya, aku belum kenal.
“ mbak, sudah
sampai “ kata supir taksi
“ oh iya maaf pak,
melemun saya” jawabku
Setelah
membayar argo taksi aku bergegas masuk ke dalam bandara sambil celingukan cari
tante-tante yang pake batik hijau. Aku melihat ke arah penumpang yang berjalan
keluar. Aku memperhatikan semua orang dengan seksama, dan aku melihat sesosok
orang yang berjalan dari arah dalam ruang tunggu aku pun mendekatinya.
” tante Ema ?”
tanyaku padanya
” Ini Raya kan
anaknya Rima kan ?” tanyanya padaku
” iya tante
saya disuruh mama jemput tante dan nganterin tante ke rumah tante Elia ” kataku
sambil tersenyum
” oh iya,
makasih ya sayang, cantik juga kamu ” tuturnya padaku
Kami pun berjalan keluar bandara, lalu
naik taksi menuju rumah tante Elia. Selama perjalanan tante Ema tak pernah
berhenti bercerita tentang dirinya dan pengalaman-pengalaman semasa SMAnya. Dia
tetap berceloteh hingga taksi yang melaju tiba di depan rumah tante Elia, kami
lalu turun dari taksi dan masuk kedalam rumah tante Elia. Sebelum sempat
bertanya, rupanya tante Elia sudah menunggu kedatangan kami dari tadi. Ia
bersama seseorang, aku sama sekali idak mengenal.
” Eli, ini
Fandy anak kamu kan ? walah gagah sekali “ tutur tante Ema.
” iya, ini
Fandy ” jawab tante Elia
” eh Raya,
pasti mama kamu yang suruhkan ?” Tanya tante Eli padaku
” iya, tante ”
jawabku singkat
”makasih ya
sayang”
” sama-sama
tante, kalo begitu, aku pamit dulu tante ” kataku
” makasih ya
sayang ” katanya padaku
Tante Ema
tersenyum padaku, aku lalu membalas senyumannya. Aku bergegas keluar dari
rumah. Ternyata tante Eli, punya anak, cowok, lumayan lah. Aku tersenyum
sumringah, entahlah otakku sudah mulai kacau setiap kali melihat mahluk yang
bernama laki-laki berada di tepat di depanku.
* * *
Ini sudah kali
ketiga aku, datang ketoko buku, layaknya orang bodoh yang kehilangan akal
sehat. Aku sudah berjanji, ini kali terakhir aku melihatnya, jika hari ini aku
tidak bertemu dengannya, maka aku akan berhenti mencari-carinya lagi. Jantungku
berdegup, aku berujar dalam hati, semoga kali ini aku bisa ketemu lagi
dengannya. Setelah berkeliling selama satu jam didalam toko buku, aku menyerah,
dia tidak ada. Mungkin aku harus menghapus bayangan senyumanitu. Aneh juga
kalau setiapkali datang kesini yang aku lakukan hanya celingukan mencari
senyuman orang yang aku tidak kenal sama sekali. Lagi pula, aku belum tentu jatuh
cinta padanya. Akupun memutuskan untuk pulang. Aku menyerah.
Jalanan kota
malam ini benar-benar padat, berapa lama lagi aku harus berdiri di jalanan
menunggu angkutan umum. Semua angkutan penuh, taksipun tidak ada yang lewat.
Bagaimana ini, aku harus pulang cepat.
” Raya kan ? ”
Tanya orang yang berada disampingku
” iya maaf
siapa ? ” tanyaku padanya
Dia lalu
membuka helm yang menutupi wajahnya. Aku tersentak, bukannya dia anak tante
Eli. Tapi aku tidak yakin, bagaimana mungkin, kemarin kamikan belum sempat
kenalan.
” kok bengong,
sudah lupa aku ?” tanyanya lagi
Aku tidak
menjawab pertanyaannya. Aku harus sibuk memperhatikan wajahnya.
” Fandi, kamu
datang kerumahku kemarinkan, sudah lupa ?”
Aku berbisik
dalam hati, rupanya kemarin, dia memperhatikanku. Kenapa aku tiba-tiba jadi Gr
ya ?
” kok bengong,
kamu mau pulang ? ” tanyanya kembali
Aku mengangguk
” kalo begitu
bareng aja ” tawarnya padaku
Aku mengangguk,
daripada aku harus terus menunggu angkutan umum yang tidak jelas. Akupun naik ke
atas motor. Motor kak Fandi melaju dalam kecepatan sedang. Udara malam
berhembus pelan, suasananya menjadi lebih hangat. Baru kali ini aku di bonceng
cowok. Aku hanya tersenyum. Tiba-tiba aku merasa beruntung bertemu dengan kak
Fandi.
* * *
Aku sudah bisa melupakan senyuman itu.
Sekarang aku lebih fokus mencari informasi tentang kak Fandi. Aku berusaha
mencari tau tentangnya karena aku sudah bosan dengan status jomblo yang sudah
lekat denganku, akhirnya aku mulai befikir untuk mencari pacar. Benar kata orang,
sekarang adalah saat yang wajar untuk memulai hubungan yang lain. Tapi ada satu
hal yang belum pernah aku rasakan, mungkin ini aneh tapi begitulah
kenyataannya. Aku belum pernah jatuh cinta. Entahlah, kenapa saat ini aku
sangat ingin merasakan hal itu. Bagaimana tidak, aku sering diledekin
teman-temanku, perempuan tak lakulah, jomblo kelas kakaplah. Apa-apaan ini ?.
aku sudah tertarik dengan keramahan kak Fandi, apa salah kalau aku mencoba
lebih dekat dengannya.
Aku pernah ditembak cowok, lumayanlah mulai
dari kakak kelas, adek kelas, teman sekelas, teman seorganisasi, anak teman
mama, tetangga, teman les. Tapi yang parahnya aku tak menerima salah satu
diantara mereka. Aku memang manusia super aneh. Banyak cowok yang datang tapi
aku belum bisa menerima mereka. Apa ada yang salah ? atau ?
* * *
Saking sibuknya mencari info tentang kak
Fandi. Aku menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan aneh. Aku memang
benar-benar aneh, tapi ini semua aku lakukan untuk mencari seorang pacar. Jadi
wajar dong, setelah kemarin Maya sibuk dengan Gilang, kali ini aku juga sibuk
dengan info kegiatan kak Fandi. Aku harus mendapatkan info sebanyak-banyaknya
supaya aku lebih akrab dengannya.
Lelah mencari info, akhirnya aku menyerah
juga, kak Fandi tipekal cowok yang idamkan semua orang, apakah aku pantas jadi
pacarnya ?
“
hai, Ray… ngapain sendirian disini ?” sapa kak Fandi padaku
“ nggak kok lagi nyari udara segar “
“ kak Fandi ngapain ikutan kesini ?”
lanjutku
“ hm, daripada kamu sendirian, lebih baik
ada yang temani kan “ ucapnya tersenyum.
Oh tuhan, manis sekali senyumnya. Aku
jadi selalu ingat dengannya semenjak ia mengantarku pulang beberapa minggu yang
lalu. Kira-kira kak Fandi sudah punya pacar belum ya ? pertanyaan ini masih
bergelayut dalam otakku. Setelah penyelidikanku kemarin aku bisa melihat sisi
lain dari kak Fandi, dia berbeda dengan cowok-cowok yang lain. Menurutku kak
Fandi itu cowok yang paling sempurna. Jago dalam semua hal. Dia manis, tinggi,
punya lesung pipi, sopan, keren pokoknya semuanya. Dan yang paling penting dia
sangat sopan didepan cewek. Aku jadi sering berkhayal, andai saja dia bisa jadi
pacarku. Pasti senang rasanya punya pacar seperti dia. Lagi pula aku nggak
jelek-jelek amat. Lumayanlah untuk jadi pacar kak Fandi. Tapi yang jadi masalah
kak Fandinya mau tidak ya jadi pacarku ? dan apa aku bisa jadi pacar Kak Fandi
?
Didekat kak Fandi, aku jadi ingat hal-hal
bodoh itu lagi. Beberapa minggu yang lalu aku berusaha mencari informasi
tentang kak Fandi. Mulai dengan mencari kegeiatan apa yang biasa dia lakukan, mergokin dia nyanyi sambil main gitar diatas
loteng, sampai yang paling parah buntutin dia ke tempat latihan basket, yang
berakhir tragis karena aku dituduh pencuri sama satpam yang heran liat gelagatku
ngendap-ngendap. Sukses berat. Kalau ingat kejadian itu sumpah aku jadi geli
sendiri. Tapi apakah itu cinta, aku juga masih belum mengerti. Rasanya masih
tetap biasa saja.
“ Ray, kakak balik dulu ya”
“ iya kak” ucapku sambil tersenyum
berharap kak Fandi senyumku.
Setelah kak Fandi berlalu, aku langsung
kembali kerumah, takut mama kelabakan aku hilang. Malam ini indah, ada kak
Fandi, walaupun cuma sebentar. Tuhan apakah dia cinta pertamaku ? lalu
bagaimana dengan senyuman indah itu ? apakh dia cinta pertamaku ? bingung. Aku
jadi mahluk paling aneh setelah bosan dengan status jomblo yang melekat padaku.
Kapan aku bisa punya pacar seperti teman-temanku. Rasanya memang tak wajar,
umur 17 tahun belum juga punya pacar, walaupun sebenarnya itu tak berpengaruh
apapun.
* * *
“ aduh May, sory nih aku harus pulang
duluan. Nggak apa-apa kan ?”
“ kok gitu sih Ray, acaranya kan belum
selesai “ ujar Maya
“ tapi ini udah malam lagi pula besok ada
rapat untuk anak-anak madding “
“ ya, ya udah deh, tapi kamu hati-hati
dijalan”
Aku bergegas keluar dari rumah Gilang.
Kebetulan hari ini ada acara kecil-kecilan dirumah Gilang. Sekedar untuk
bersantai. Seperti biasa aku selalu lupa. Buktinya aku lupa besok ada rapat
anggota madding, rapat di hari minggu, tapi aku harus hadir untuk penentuan
tema edisi bulan depan. Kalau terlambat bangun lagi, mau di taruh dimana muka
aku ? Masa setiap kali rapat aku harus terlambat. Padahal aku sudah berjanji
minggu ini tidak boleh terlambat lagi.
Akupun naik angkutan umum, mobil ini
bergerak pelan. Aku melirik jam, rupanya waktu cepat sekali, sekarang saja
sudah jam setengah sebelas. Aku semakin gelisah. Sampai dilorong perumahan
rumah, aku mempercepat langkahku. Aku harus cepat tidur, supaya besok aku bisa
cepat bangun.
Di tengah jalan, aku melihat sesosok
cowok yang berbaring di atas kursi taman sambil memeluk gitar. Apa yang dia
lakukan tengah malam begini ? apakah sama dengan aku, selalu mencari ketenangan
di malam hari ?. lalu aku berfikir, mungkin saja, apakah tujuan kami sama ?
menanti malam meredupkan kegelisahan hati karena belum laku ? aneh kenapa
tiba-tiba aku harus menyamakan diri dengan orang asing itu. Sayup-sayup ku
dengar dia bersiul, tapi lagunya sama sekali tak jelas karena bercampur dengan
suara angin. Aku menatap langit, indah sekali bintang-bintang itu. Semoga saja
diantara bintang itu ada satu yang Tuhan titipkan buat aku.
Aku tersenyum melihatnya, aku tersadar,
aku harus cepat-cepat pulang kerumah. Besok ada rapat, aku mempercepat
langkahku. Pokoknya aku harus cepat-cepat sampai.
* * *
“Pagi Miss
jomblo “ ucap Maya sahabatku
“ apaan sih
pagi-pagi udah bilang aku jomblo. Doakan kek, semoga teman kamu yang paling
manis ini cepat-cepat dapat pacar” ujarku padanya
“ iya deh, abis
kamu tuh bagaimana mau dapat pacar, kamu aja kuper kayak gitu. Sekali-kali
jalan yuk Ray, kemana kek supaya kamu tau dunia ABG. Kalau kerjaan kamu ngayal
aja dirumah, sambil ngarep dapat pacar, mana bisa Ray”
Aku cemberut
“ bagaimana
rapat kemarin, kamu nggak terlambat kan Ray ?”
” alhamdulillah, nggak ”
” terus bagaimana hasilnya ? ”
” seperti
biasalah anak-anak madding mau topic yang baru dan harus berbobot, jadi semua
anggotanya harus punya ide yang bagus untuk di bahas minggu depan ” jelasku pada
Maya
” oh gitu ya,
trus rapatnya kapan ?” tanya Maya padaku
” hari sabtu,
kebetulan anak-anak punya urusan hari minggu, jadi rapatnya dimundur ke hari
sabtu ”
” wah bagus
dong Ray”
” bagus apanya
?” tanyaku lagi pada Maya
”malam minggu
ikut aku ya”
“ kemana May ?”
“ ikut aja,
biar nanti aku yang izinin deh ke Mama kamu, harus ya, malam minggu aku jemput,
tidak ada kata tidak, da Raya…. Aku ke perpus dulu ya….” Ucapnya sambil berlari
meninggal aku.
Dasar Maya, dia tak pernah berubah. Tapi
aku beruntung punya sahabat seperti dia. Dia yang paling bisa membuatku senang.
Apapun pasti aku bagi dengannya, termasuk ke-Jombloanku ini. Beruntung karena
dia sudah punya pacar, tidak seperti aku.
* * *
“
malam Ray……, dah siap berangkat kan”
“ ya….., mama
aku berangkat dulu ya..” ucapku pada Mama
“ jangan pulang
malam-malam ya. Maya. Titp Raya ya nak” ucap mama
“ sip tante”
Maya mengajakku ke Pantai Marina.
Menurutku pantai ini biasa saja. Tapi hari lumayan ramai. Mungkin ada acara.
Aku memperhatikan seluk beluk ruang bebas ini. Merasakan udara malam yang
dingin.
“ ini alasan
aku ngajakan kamu kesini Ray “ ujar Maya membuka percakapan
“ ada festival
ya May ?” tanyaku belagak bloon
“ iyalah, kamu
tuh tidak liat apa ?”
Aku
hanya tersenyum.
“
Ray, ikut aku !” ucap Maya sambil menggandeng tanganku.
Aku
hanya mengangguk lalu mengikuti perintahnya. Mau dibawa kemana lagi sih? Maya
aneh-aneh saja. Aku melihat Gilang dari jauh, dia bersama seseorang di ujung
sana.
“
Raya, kenalin ini David teman Gilang….” Ucapnya sembari tersenyum
“
David..” sambil mengulurkan tangannya padaku
“
Raya “ jawabku lalu membalas salam tangannya.
“ Raya, David
ini teman sekelas Gilang, iya kan Lang” ucap Maya pada Gilang
“ Iya, Ray.
Kebetulan David ini lagi nyari pacar tuh. Jadi aku inisiatif kenalin kamu ke
Dia” tutur Gilang padaku.
Kenalin ke aku ? mereka berdua sama saja.
Aku kan jadi malu, masa iya mereka secara gamblang ngaku terang-terangan kalau
aku masih jomblo. Entar cowok ini nyangkain aku nggak laku lagi. Dasar Gilang,
rupanya ia sama saja dengan Maya. Satu sio. Atau mereka sudah bosan ya ngajakin
aku jalan bareng mereka ?. ya sudahlah. Terima nasib saja Raya. Itu kenyataan,
harus dihadapi. Anggap saja itu keberuntungan, yang datang untuk kamu. Aku
kembali tersenyum. Kira-kira aku tidak kelihatan bloon ya dengan model senyum
seperti ini ?
“
Raya, kita kesana dulu ya, da Raya “ ucap Maya meninggalkanku berdua dengan
David.
“
Raya “ ucap david membuka pembicaraan
“
iya “ jawabku sok lembut
“
ayo, kita keliling saja, dari pada nyantok disini ”
Aku pun mengangguk. Lumayan juga ini
cowok. Bolehlah diajakan jalan, nggak malu-maluin. Lumayan tinggi, senyumnya
juga manis. Ternyata dia tahu banyak hal. Aku mulai senang berada didekatnya.
Dia mulai cerita tentang, dirinya, olahraga favoritnya, lagu kesukaannya. Dan
wow, ternyata kami punya banyak kesamaan. Mantap bangetkan, ketemu orang yang
bisa langsung akrab dengan kita. Dan malam ini benar-benar menyenangkan. Aku
sudah bertemu dengan salah satu kandidat pacar pertamaku. Yap, dan yang lebih
menyenangkan lagi, dia nganterin aku pulang naik motornya. Seneng rasanya.
Akhirnya aku punya teman PDKT nih. Ya, meskipun kita berdua masih butuh proses
untuk jadian. David juga bilang nggak mudah menjalin suatu hubungan, karena
hubungan itu harus dimulai dari angka nol. Menyusun sedikit demi sedikit.
Makasih Tuhan, aku akan menunggu saat
itu. Jika David memang benar-benar cowok yang terbaik, semoga saja aku bisa
jadi pacarnya. Syukurlah, jadi sekarang aku tinggal perlahan-lahan mendekat
dengannya. Sebentar lagi impianku akan jadi nyata. Akhirnya, sekarang predikat
jomblo kelas kakap bakalan lenyap dari nama belakangku. Aku juga akan nunjukin ke
teman-teman, kalau Raya bisa. Kalau untuk punya pacar itu kecil untukku. Kenapa
tiba-tiba aku mulai bangga, padahal aku baru saja kenalan sama David. Semoga
ini jawaban dari doaku.
* * *
“
woy, pagi-pagi dah melamun, lamunin apaan sih Ray ? “ ujar Maya mengagetkanku
“ siapa yang melamun, orang lagi sibuk
nonton voly juga” jawabku ketus
“ haiyallah….., orang bloon juga tau,
bedain yang mana yang nonton dan yang mana yang melamun. Ngelamunin apaan sih
Ray” Tanya Maya padaku.
“ hm, menurut kamu, aku cocok tidak sama
David ?” aku balik bertanya pada Maya
“ oh…. Jadi, dari tadi kamu lamunin dia
ya ? hahahaha…..”
“ aku lagi nanya May. Kok diketawain sih
?” kataku ketus
“ iya-iya aku jawab, menurutku kamu tuh
cocok-cocok aja sama dia, lagian kalian berdua sama-sama jomblo jadi apa
salahnya kalau kalian jadian aja kayak lagunya the junas monkey hehehehe……”
“ hm, iya juga sih. Tapi ada yang kurang
May”
“ apa Ray ?”
” aku juga nggak tau May ” jawabku
” ya udah kamu jalanin saja, mungkin kamu
harus beradaptasi dengan situasi seperti ini, jadi jangan khawatir dong,
optimis, okay ” nasehat Maya
Aku mengangguk pelan. Benar aku harus
bersabar untuk menghidupkan perasaanku ke David. Heran, padahal tadi malam aku
baru saja merasa sangat opyimis dengan hubungan baik ini.
” Raya, kamu harus optimis dong, inikan
ali pertama, jadi masih butuh proses Ray, jadi jangan takut ” tutur Maya
Aku hanya mengangguk didepan Maya.
* * *
”Halo, Raya ?”
”ya, ada apa Dav ?”
”kamu ada waktu nggak ?” tanyanya padaku
”ada, hari ini ?” tanyaku padanya
” aku mau ngajakin kamu ke toko buku,
kamu bisa kan ?”
”bisa ” jawbaku
” kalau begitu aku jemput kamu jam empat
ya ”
”okay”
Tepat pukul empat aku sudah berada di
depan rumah menunggu David, tak lama kemudian Davidpun muncul dihadapanku. tak
butuh waktu yang lama, kami pun berangkat ke toko buku. Sesampainya di sana,
aku terperanjat. David sering berkunjung kesini rupanya. David lalu menggandeng
tanganku masuk kedalam toko buku. Tapi kenapa kami tidak pernah ketemu walau
sekali, aku ingat hari itu aku pernah bertemu dengn Gilang disini. Berarti
David ada waktu itu, kenapa aku sama sekali tidak melihatnya ?
” Ray, kok bengong sih ?”
” ah tidak… kamu sering kesini juga Dav ?”
” iya, kenapa ?” tanya David sambil
mencari buku di rak buku
” aku juga sering kesini kataku
Dia lalu memandangku
”kok kita tidak pernah ketemu ?” tanya
David padaku
Aku menggeleng, dia hanya tersenyum lalu
melanjutkan mencari buku, setelah ia dapat buku. Dia lalu membayar tagihan buku
dikasir dan mengajakku pergi ketempat yang lain.
”kita mau kemana lagi ?” tanyaku
” sudah kamu ikut saja”
Motor lalu melaju dengan kecepatan
sedang, kali ini aku tidak tahu David mengajakku kemana lagi. Aku hanya
menuruti permintaannya. Akhirnya kami berhenti di sebuah pantai. David lalu
mengulurkan tangannya padaku. Aku menyambutnya, ia mengajakku berjalan ketepi
pantai. Suasana pantai ini begitu damai, tenang dan sedikit panas karena
matahari sudah hampir terbenam.
” kamu pasti belum pernah kesini kan ?”
Aku mengangguk
” ada yang mau aku omongin Ray”
” ya, kamu bilang aja” jawabku datar
David lalu menyuruhku duduk di
sampingnya. Aku menuruti kata-katanya, akupun duduk disampingnya dan menatap
matahari mulai terbenam. Tak ada kata-kata yang terujar dari bibir David,
akupun tenggelam dengan pikiran-pikiranku. Aku masih bertanya apakah aku siap
menjalani ini semua, tapi semakin aku memikirkannya aku semakin tidak yakin,
ada yang kurang tapi entalah, aku masih tidak tau apa itu. Aku semakin ragu
dengan perasaanku, aku masih belum bisa menebak apakah ini cinta atau bukan.
Aku masih belum bisa menjawabnya.
” Raya” ucap David membuka pembicaraan
” ya….”
” aku juga tidak tau Ray, mungkin ini
terlalu cepat untuk kita, tapi hatiku sudah yakin”
Aku terdiam
”aku sudah yakin, untuk itu aku mau
menanyakan ini, kamu mau jadi pacar aku” tanya David padaku.
Aku tetap diam, mataku bergerak
memandangnya. Aku bisa memahami perasaannya, tapi aku belum bisa merasakan
cinta seperti yang ia rasakan.
” Raya…… ” ucap David lalu menggenggam
tanganku
“ David, aku minta maaf tapi aku belum
siap” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.
David masih tetap menggenggam tanganku.
Aku bisa merasakan tangannya begitu dingin. Matanya lalu menatap kedepan,
memandang cahaya matahari yang mulai meredup.
“ aku akan menunggu Ray”
* * *
Pagi-pagi aku sudah bertengger di depan
kelas. Aku masih bingung dengan jawaban yang aku berikan pada David. Aku salah
atau tidak ya ?
“ hai, kamu kenapa sih akhir-akhir ini
kamu sering melamun“ tanya Maya padaku
“ aku bingung May”
“ David ?” tanya Maya
Aku mengangguk
“ aku memang merasa senang dekat dengan
David. Tapi May aku belum punya perasaan padanya, kemarin David sudah bilang kalau dia mau jadi
pacar aku tapi aku bilang aku belum siap” jelasku pada Maya
“ Ray, mungkin sekarang kamu belum jatuh
cinta tapi aku yakin kok seering berjalannya waktu kamu pasti juga cinta”
“tapi May, aku takut kalau aku tidak bisa“
“ Raya kamu harus optimis, kamu harus
usaha. Memang cinta tidak bisa dipaksa, tapi aku yakin David yang terbaik.
Jangan menyia-nyiakan orang yang cinta sama kamu. Itu lebih baik Raya, kamu
harus tahu, kadang-kadang orang mencintai kita punya rasa cinta yang besar dari
orang yang kita cintai, kamu mengertikan maksudku ?” ucap Maya sambil menepuk
bahuku.
Sekali lagi aku hanya mengangguk.
“ sebagai sahabat aku cuma pengen bilang,
jangan menyia-nyiakan kesempatan. Dan ini kesempatan untuk kamu. Ya sudah kita
masuk ke kelas yuk, panas tau”
* * *
Memang,
aku ini aneh. Hanya ada beberapa hal dihatiku yang kadang sulit aku terjemahkan
sendiri. Dan juga susah untuk aku tanyakan pada orang-orang. Kadang aku selalu
berkata aku tau segalanya tapi nyatanya, itu tidak benar. Dan hari ini, aku
harus mengakuinya, hal yang paling kecil pun terasa berat untukku, apa lagi
soal perasaan. Dunia berputar 180’ dari peredarannya, Raya tiba-tiba
geleng-geleng tidak jelas soal urusan cinta. Ya itulah aku sekarang, selalu
meributkan hal-hal yang tidak penting. Tapi menurutku itu penting, walau orang lain menganggapnya
tidak penting.
Perasaan itu, tak kunjung muncul juga,
hatiku semakin gelisah. Tapi aku tak boleh seperti ini. David tak boleh aku lepaskan.
Aku akan coba lagi merasakan hal itu padanya. Aku harus lebih mengenalnya.
Hari
ke hari aku dan David semakin dekat. Hubungan kami juga semakin akrab. Meskipun
aku belum memberi jawaban. Aku senang dia tidak menuntut. Aku mulai rindu
dengan sifat periangnya. Semenjak pertama kali kenal, aku sudah merasakan
camistry dengannya, hanya saja aku juga belum merasakan cinta. Tapi sekarang
hal itu tidak penting. Yang penting aku dan David sama-sama senang menjalani
hubungan ini dan yang lain itu tak jadi masalah.
Seperti
kata Maya, aku tak boleh meributkan hal yang tidak penting. Yang penting
sekarang bagaimana membangun komitmen pacaran dengan David. Maya tahu, aku ini orangnya
angin-anginan. Kadang kebelet pengen punya pacar, kadang sudah dekat akunya langsung
nolak. Tapi kali ini akan aku buktikan pada Maya kalau aku bisa menerima David
jadi pacarku. Aku sudah besar, apa salahnya memulai hubungan baik dengan
seorang pacar.
* * *
Sebulan jalan dan PDKT dengan David
membuat aku yakin untuk bilang iya padanya. Kasian dia sudah menunggu lama.
Pasti rasanya tidak enak, harus digantung. Ini hari yang tepat. Semoga dia pilihan
yang terbaik.
“
halo….. David….” Ucapku ketika david mengangkat telefon
“ Halo, maaf siapa ini ?” jawab suara
perempuan diseberang sana
Mungkin itu mamanya David, fikirku dalam
hati.
“ Davidnya ada ? bisa bicara dengan David
“ tuturku dengan sopan
Tidak ada suara……….
“ ya Ray, ini aku, ada apa ?” kata David
sedikit gemetaran
“ Dav, yang tadi itu siapa ? Mama kamu ?”
tanyaku padanya
“ oh iya Ray, itu mama aku, oh ya kamu
kenapa Ray ?” katanya terbata-bata
“ ah tidak, aku hanya ingin bicara
denganmu”
“bicara ?”
“ ada, bisa tidak kita ketemuan malam ini
ditempat biasa ?”
“ malam ini, aku tak bisa Ray, bagaimana
kalau besok malam saja ?”
“ kamu nggak bisa ya.. ya udah deh besok
malam ditempat biasa jam tujuh”
“ baik Ray…”
“ by….” Ucapku sambil menutup telefon.
Kenapa tiba-tiba aku gelisah yah.
Biasanya David langsung mengiyakan kata-kataku. Kok tiba-tiba dia menolak. Ah
Raya….. memangnya tidak boleh apa dia menolak. Masa kamu terus yang mau
diturutin, sekali-kali beri kesempatan David. Mungkin dia ada urusan penting
kali. Ya sudahlah. Tidak ada salahnya jugakan. Besok malam juga masih ada. Aku
masih harus belajar banyak untuk bisa memahami orang lain.
* * *
“
maaf Ray, terlambat ” ucap David sembari duduk disampingku
“
tidak apa-apa kok Dav “ balasku tersenyum
“
kamu manis banget malam ini” goda David
“
biasa aja kali, David aku pengen ngomong sesuatu sama kamu” ucapku padanya
“ ya apa Ray… bicara saja aku siap
dengarnya”
“ aku mau jadi pacar kamu Dav,” ucapku
terang
David sedikit kaget mendengarkan
kata-kataku, dia tersedak minuman.
“ David kamu tidak apa-apakan ?” tanyaku
panik
“ hm…. Tidak apa-apa kok Ray”
“ syukurlah. Jadi.. kamu masih menungguku
kan ?” tanyaku lagi
“ Raya….”
“ iya, bilang saja “
“ aku minta maaf Ray….”
“ untuk ?” aku mulai kaget
“ aku minta maaf, aku tidak bisa Ray “
ucap David menggenggam tanganku
Deg. Aku kaget, mana mungkin. David pasti
bercanda. Diakan memang hoby bercanda. Aku tahu ini pasti akal-akalannya.
“ hahahahaha…… kamu bercanda kan ?”
ujarku padanya
“ Raya….” Kali ini air wajahnya serius
“ ya, aku berhenti tertawa….”
“ Raya, aku minta maaf, aku serius aku
tidak bisa pacaran sama kamu ”
“ aku minta maaf, kalau waktu yang
kubutuhkan benar-benar lama. Tapi Dav, aku memang benar-benar berfikir “
“ maaf Ray, aku yang salah. Aku tak bisa
lama-lama menunggumu. Waktu itu aku benar-benar berfikir kamu punya orang lain.
Dan kemarin aku baru jadian Ray, sama Gita, sahabat aku sendiri. Kamu masih
ingat cewek yang angkat telfon kamu kemarin”
Aku masih menatapnya tak percaya
“Raya kamu tahu, sejak pertama kita
ketemu, aku itu sudah jatuh cinta sama kamu, dekat dengan kamu benar-benar menyenangkan.
Aku senang kenal kamu, aku selalu berharap bisa jadian. Tapi ternyata aku salah
sangka, karena mengira kamu dekat dengan yang lain. Maafkan aku Ray, aku
benar-benar minta maaf. Aku tak bisa meninggalkannya“ jelas David menguatkan
genggaman tangannya.
Aku tak bersuara
“ Raya maafkan aku….”
“ David, ini bukan salah kamu kok” kataku
serak
“ ya sudah baik-baik ya dengan Gita….,
aku balik dulu ya”
aku segera bangkit melepaskan genggaman
tangan David. Lalu berjalan keluar. Hatiku tiba-tiba saja terasa sakit. Aku tak
boleh menangis, tak boleh. Dia mungkin bukan untukku. Ayo Raya. Ujung-ujungnya
air mataku jatuh juga. Ada rasa sedih mengingat kebersamaanku dengan David, dia
banyak mengisi hari-hariku. Dan hari ini aku harus menerima kenyataan pahit tak
bisa bersamanya. Aku menangis kenapa aku menolaknya. Aku memang manusia plin plan
yang selalu mementingkan hal-hal yang tidak penting. David aku juga suka sama
kamu. Tapi kenapa kau tak memberiku sedikit kesempatan. Setiap orang kan butuh
waktu untuk berfikir David.
“ arrgggggghhhhhhh…………………..” teriakku
“ tak usah teriak gitu dong. Tidak liat
apa ada orang disamping kamu ? Dasar anak muda zaman sekarang teriak seenaknya
saja, inikan tempat umum untuk orang bersantai, bukan tempat teriak-teriak”
Ujar seseorang disampingku.
Kenapa aku tidak sadar ya ? jadi malu
sendiri.
“ maaf…..” ucapku padanya
Tanpa bicara orang itu beranjak dari
sampingku. Terlihat kalung salibnya terlempar kedepan saat dia berdiri. Benar-benar
manusia dingin. Siapa dia ? aku memperhatikannya dari belakang. Dia menyelempangkan
gitar. Pasti dia dari gereja. Latihan mungkin. Hujan tiba-tiba turun, aku
kembali mengingat David. Air mataku jatuh. Ah David….. kenapa kita tak jadian
saja ? David. Hujan malam ini membuatku tambah sedih. Apa benar aku tak bisa
menemukan cintaku ? ini pertama kalinya aku berharap menemukan cinta.
Aku berharap David bisa jadi cahaya malam
di hatiku. Tuhan kenapa ujung-ujungnya harus begini. Padahal malam ini indah.
Malam ini malam yang tepat. Malam ini purnama bersinar terang seperti hatiku yang
mulai menyukai David. Sinar mataku juga mulai terang. Kenapa akhir ceritanya
aku tidak mendapatkan apa-apa. Bulan perlahan menghilang tertutup awan hitam,
yang ada hanya aku di bawah hujan.
Lalu siapa yang tepat dengan aku Tuhan.
Lelah jika aku harus berkutat dengan persoalan cinta. Mungkin ini juga salahku yang terlalu berfikir
panjang untuk menerima David. Andai saja aku cepat-cepat menerimanya, mungkin
sekarang aku sudah jadian sama dia. Sekarang aku punya pacar, nggak diledekin
sama teman-teman lagi. Andai saja. Lalu
aku harus bilang apa dong sama Gilang dan Maya. Pasti mereka kecewa sekali
dengan sikap bodohku. Tiba-tiba saja kepalaku berputar-putar. Tuhan, beri aku
kesempatan lagi. Aku berjanji akan mempertahankannya dan aku tidak akan
melakukan tindakan bodoh lagi. Dan untuk Maya dan Gilang pasti mereka tak akan
marah padaku. Mereka sahabat terbaikku. Jadi mereka pasti mengerti dengan
keputusan David dan tak menyalahkan aku. Ya sudahlah. Besok aku akan
menjelaskan pada Gilang dan Maya. Semoga saja mereka tak kecewa.
Aku berjalan lunglai. Sedih rasanya. Ini
kali pertama aku ditolak. Biasanya aku
yang menolak. Mungkin ini nasib. Aku berjalan dibawah derasnya hujan. Menghayal
tentang hari esok. Aku mersa lelah dengan perjalanan ini. Duniaku hanya berkuat
disini saja. Aku tak perduli lagi dengan julukan itu.
Aku melirik jam, sudah setengah satu
malam. Mati aku pasti mama marah. Aku mempercepat langkahku. Sudah dekat dari
rumah. Untung aku bawa duplikat kunci. Akupun membuka pintu perlahan-lahan. Mengendap-ngendap
seperti pencuri dirumah sendiri. Pelan-pelan….. sedikit lagi naik tangga.
Kebetulan kamarku ada diatas. Sedikit lagi. Gedubrak. Aw… pinggangku. Siapa yang
naruh ember dekat tangga sih. Ini pasti kerjaan Bibi. Jadi jatuh nih, sakit
sekali. Akupun duduk di anak tangga sambil memungut sepatuku yang jatuh. Aku
menangis lagi, bukan karena aku jatuh dari tangga, tapi menangis karena aku
terlambat untuk menyadari kalau aku telah jatuh cinta pada David. Akupun
mengangkat sepatuku lalu berlari melewati tangga. Kalau tau begitu, aku kan
tidak usah ngendap-ngendap segala. Orang rumah otomatis sudah tidur. Dasar
bodoh kamu Ray. Sama bodohnya seperti aku mengabaikan David.
* * *
To Be Continue...........
by : Cahaya Biru