Senin, 17 November 2014

Pelangi MaLam Hari




Cahaya Malam
 
“Ray, besok kita nyari buku yuk” ujar Maya
“buku apaan ? baru tau aku, kalau kamu suka buku ? sejak kapan ?” tanyaku heran
“udah deh Ray, pokoknya kamu harus temenin aku. Titik nggak pake koma!”
Setelah memintaku untuk menemaninya, Maya melongos pergi. Ada apa lagi dengannya ? Maya, baca buku ? apa ada yang salah ya ? Aku melanjutkan membaca buku. Kali ini Maya mau ngapain lagi sih ?
* * *
Aku menunggu dipelataran toko buku Monginsidi, sesekali aku melirik jam tanganku. Maya kemana sih ? tanyaku dalam hati. Ini sudah jam 4 lewat 25 menit. Aku sudah menunggu hampir setengah jam. Bukannya tadi dia minta aku supaya datang cepat, kenapa dia yang pake telat. Kesal menunggu aku lalu mengambil handphone dalam katong tasku. Lalu menelfon Maya.
“ halo Maya, kamu dimana sih udah jam berapa ini ?”
“ sory Ray, aku sakit perut nih, kamu dah ada di toko buku ya ?” katanya setengah meringis
“ ya ampun May, kok kamu nggak bilang-bilang sih ?”
“ aku minta tolong, cariin aku buku Kahlil Gibran dong”
“ ya udah aku cariin, mama kamu ada dirumah kan May ?” tanyaku pada Maya
“ mama. Lagi diluar Ray”
“ ya sudah, kamu tunggu disitu, setengah jam lagi aku nyampe”

Klik, aku menutup telfon dan bergegas masuk kedalam toko. Aku mencari buku yang Maya maksud. Dan akhirnya aku menemukan buku itu. Aku membacanya sebentar, Kahlil Gibran, buku ini mana mungkin Maya suka, setiap kali aku membacanya diperpustakaan sekolah, Maya selalu saja meledekku. Ya sudahlah tidak penting juga Maya pasti punya alasan untuk membeli buku ini.
“ suka baca buku Kahlil Gibran juga ?” Tanya seseorang disampingku
“ ah, lumayan suka. Tapi nggak pernah koleksi sih “ jawabku
“ trus, kamu beli buat siapa?” Tanyanya lagi
“ buat temen, ya sudah aku duluan” kataku tersenyum padanya.
Aku beranjak ke kasir lalu membayar buku titipan Maya. Saat aku berbalik arah, aku tidak sengaja menabrak seseorang didepanku. Buku-bukunya jatuh dilantai, dengan sigap akupun membantunya mengambil buku-buku yang berserakan dilantai.
“ maaf, aku tidak sengaja” ucapku
“ tidak apa-apa kok”
Aku menatapnya, manis juga senyumnya. Tapi dia siapa ? tanyaku dalam hati. Dia lalu bergegas meninggalkanku. Aku masih berdiri dan menatapnya. Siapa dia yah ?. perasaanku kok jadi tidak karuan begini. Tiba-tiba telfonku berdering.
“ Raya, kamu lagi dimana sayang” kata mama diseberang telfon
“ toko buku ma, beli titipan Maya”
“ ya sudah kamu hati-hati ya”
Mama menutup telfonnya. Aku jadi teringat Maya, dia pasti sudah menunggu, akupun bergegas keluar dari toko buku dan naik angkutan umum ke rumahnya. 2o menit perjalanan akupun sampai dirumah Maya, berbekal buku dan obat yang baru aku beli di apotik tadi. Akupun masuk kedalam rumah, mendapati Maya terbaring ditempat tidur. Aku lalu kedapur mengambil segelas air untuknya. Kusodorkan obat dan segelas air putih kepada Maya. Dia terlihat kesakitan, setelah meminum obat, aku menyuruhnya untuk tidur. Akupun mengurungkan niatku bertanya, untuk apa dia beli buku ini. Mungkin besok, baru aku tanya Maya, bisikku dalam hati.
* * *
            Pagi-pagi aku sudah bangun, setelah mandi dan sarapan aku berangkat kesekolah. Kebetulan hari ini ada piket kelas. Jadi aku  harus datang lebih awal. Jarak antara sekolah dan rumahku lumayan dekat, cukup 15 menitlah. Setiap hari aku berangkat kesekolah dengan kendaraan umum, walaupun aku anak satu-satunya tapi orang tuaku selalu mengajarkan aku untuk mandiri. Aku kembali teringat dengan cowok yang kemarin, tapi kali ini aku sudah lupa bagaimana wajahnya, bagaimana tidak aku hanya melihatnya sekilas saja. Dan yang parah aku hanya ingat senyumnya saja.
            Sampai disekolah, aku lalu berjalan ke kelas. Sampai dikelas sebagai siswa yang baik aku lalu menyapu ruangan kelas, setelah semuanya beres, aku lalu duduk bersantai di depan kelas. Sejuknya udara pagi. Aku pun membaca buku biologi, hari ini kebetulan ada tes jadi aku harus belajar, maklum otakku setengah, jadi harus sering-sering diasah.
* * *
            Usai jam pelajaran biologi, aku bertanya kepada Maya.
            “ May sebenarnya buku itu buat apaan sih ?” Tanyaku heran
            “ buat seseorang “
“ kamu, jangan-jangan, kamu lagi jatuh cinta ya, makanya kamu mau belajar bikin kata-kata romantis dari buku Kahlil Gibran kan ? ayo ngaku” kataku menebak-nebak
“ nggaklah, sejak kapan aku jadi sok romantis kayak kamu, ye….., salah sangka ni  anak”
“ lalu buat apaan dong May” Tanyaku lagi
“ kan udah aku bilang, buat seseorang, nah ceritanya, aku mau ngasih buku ini buat seseorang”
“ dari tadi seseorang mulu kamu”
“ Ray, ceritanya nanti aja ya, pokoknya kamu doain aku aja supaya rencanaku sukses”
* * *
Setelah kasus buku kemarin, Maya lebih sibuk dengan urusannya sendiri. Aku jadi bingung sebenarnya apa yang dikerjakan anak itu. Ini sudah seminggu setelah ia menolak ajakanku jalan-jalan kemarin. Aku pun enggang bertanya. Jadi teringat dengan cowok yang aku tabrak kemarin. Akhir-akhir ini aku jadi lebih sering memikirnya. Bagaimana jika aku ke toko buku, semoga saja aku bisa bertemu dengan. Aku selalu rindu dengan senyuman itu.
Jam empat sore aku sudah berada di tepat didepan toko buku. Aku lalu masuk kedalam, melihat-lihat isinya. Akupun melihat tanda-tanda keberadaannya. Tapi sayang setelah mengelili seluruh ruangan aku tidak melihat batang hidungnya. Tapi aku tidak putus asa, aku mencarinya sekali lagi. Tapi sayang hari ini bukan hari yang baik untukku. Aku mencari lagi besok. Ucapku optimis
* * *
“ Raya, ada kabar bagus” teriak Maya sambil melambaikan tangannya.
Aku tersenyum lalu mendekatinya. Dia lalu merangkul lenganku dan mengajakku duduk dibawah pohon. Sepoi angin membuat suasana lebih tenang.
“ May, kamu kemana saja sih, beberapa minggu belakangan ini kamu sibuk dan lupa dengan sahabatmu”
“ aku kan sudah bilang, aku punya urusan penting dan sekarang aku akan cerita” ujar Maya
“ ya ya, aku sudah tau kamu sibuk ngincar cowok kan !”
“ tau darimana ?”
“semua juga tau kali May, ABG labil yang kerjaannya ngilang setiap kali di ajak nongkrong, pake alasan yang tidak jelas ya pastilah” kataku sambil tersenyum
Maya bercerita tentang pacar barunya. Ya gara-gara cowok itu dia jadi kebablasan nyari-nyari buku Kahlil Gibran, berusaha membaca dan mengerti tulisan-tulisannya. Maya, baru kali ini lihat tingkahnya berubah. Mungkin itulah yang disebut cinta. Gilang pacar baru Maya ternyata senang membaca tulisan-tulisan Kahlil Gibran, dan untuk menyenangkan hati Gilang dia harus bolak –balik ke toko untuk mengoleksi buku-buku itu. Maya pertama kali bertemu Gilang di toko buku, secara tidak sengaja. Dan dari situlah mereka semakin hari semakin akrab dan akhirnya Maya jatuh cinta. Semenjak itu ia lebih sibuk mendekatkan diri dengan Gilang. Syukurlah Gilang menanggapi, akhir mereka jadian. Setelah mereka jadian, Maya menceritakan semuanya kepada Gilang, dia mengaku alau sebenarnya dia punya tipikal cewek yang suka baca tulisan-tulisan aneh yang tidak jelas maknanya seperti tulisan Kahlil Gibran, karena menurutnya, kualitas yang ditawarkan salam buku itu tidak mencukupi kuota otaknya,terlalu tinggi. Ya, mungkin jalan Maya dimudahkan untuk dapat pacar, Gialng pun tidak keberatan kalau Maya, tidak menyukai karya dari Kahlil Gibran. Begitulah cerita Maya. Dan sebagai permintaan maafnya, dia akan mengenalkan aku dengan pacar baru.
“ kamu harus ketemu, anggap saja permintaan maafku, dan semoga kamu jadi inisiatif punya pacar” tuturnya padaku
“ iya aku pengen ketemu, lagian Gilang itu orangnya bagaimana ? sampai-sampai Maya lupa daratan kayak gini ” jawabku setengah ketawa
* * *
Hari ini aku menepati janji, untuk bertemu dengan Gilang pacar baru Maya. Penasaran juga bagaimana sosok Gilang. Aku menunggu Maya didepan Kafe jalan perintis. Maya pun muncul didepanku dengan senyum sumringah.
“ Hai Raya…. Sudah lama menunggu ?” tegur Maya
“ belum,..” jawabku
“ ya sudah ayo masuk, entar dia juga bakalan datang “
Kamipun melenggak masuk ke dalam kafe, aku duduk tepat di samping jendela. Sambil menatap keluar dengan perasaan yang masih penasaran dengan pemilik senyyum itu, aku kembali berfikir, siapa dia ? kapan aku bisa bertemu dengannya ? setidaknya untuk tahu siapa namanya.
“ Ray, orang sudah datang tuh”
Aku memandang kearah Gilang, pacar baru May.
“ kita pernah ketemu kan ?” tanyaku pada Gilang
“ iya, kalau tidak salah di toko buku monginsidi, wah kebetulan sekali”
“ jadi kalian sudah pernah ketemu ?” ujar Maya senang
“ iya May, di toko buku, dunia sempit ya” kataku sambil mengulurkan tangan tanda persahabatan.
Sore itu air wajah Maya, lebih terang dari biasanya, mungkin inilah yang disebut jatuh cinta. Akhirnya ia bisa mndapatkan apa yang dia mau, aku berujar dalam hati semoga mereka langgeng. Diam-diam aku merasa iri dengan mereka, aku berbisik semoga Tuhan telah menakdirkan aku bertemu seseorang.
* * *
            Sampai saat ini aku masih memikirkan orang itu, ya Tuhan aku tidak tau apa yang terjadi denganku. Ini sudah kali keduanya aku datang ke toko ini hanya sekedar untuk melihat senyuman itu lagi. Apa aku jatuh cinta pada senyuman itu. Tapi itu hanya sesaat, apa mungkin bertemu sesaat dengannya sudah membuat aku jatuh cinta. Tapi tetap saja menurutku ini aneh.
Aku sudah berkeliling  di toko buku ini dan lagi-lagi aku masih tidak bisa menemukannya. Aku pun duduk di deretan kursi samping rak-rak buku sambil melipat tangan. Aku menatap ke sekeliling ruangan, apa mungkin kita akan bertemu lagi ya ? aku heran, baru kali ini aku benar-benar penasaran dengan seseorang. Sampai-sampai aku merelakan waktu berjam-jam hanya untuk sejenak melihatnya. Aku menghela nafas panjang.
“ Raya, ngapain, lagi nyari buku juga ?” Tanya seseorang didepanku
“ Gilang, mm nggak kok, Cuma pengen baca aja, makanya aku kesini” kata-kata yang keluar dari mulutku jadi tidak beraturan
“ oh… begitu”
Aku jadi serba salah didapan Gilang, semoga saja tidak berfikir yang macam-macam denganku. Pemilik senyum itu kemana ya ?
* * *
Hari minggu ini aku putuskan untuk tinggal dirumah dan tidak kemana-kemana. Aku ingin bersantai dan baca novel. Telfon rumah berdering.
“ Ya, halo” jawabku
“ Raya, mama bisa minta tolong sayang ?”
“ iya, mama, ada apa ?”
“ kamu tolong jemput teman mamanya di bandara, dan antar dia ke rumah tante Elia, siap-siap sekarang ya, nanti teman mama kelamaan nunggunya ”
“ iya ma.. aku berangkat sekarang”
“ oh iya, mang Diman kan lagi nganterin mama, jadi kamu naik taksi aja, mama sudah titip uang sama bibi, tinggal ambil aja, ya sudah ya sayang hati-hati dijalan ”
“ iya mama siap ” jawabku ringan
Aku bergegas ke kamar mandi, setelah mandi pakai baju. Aku mengambil tas dan handphone diatas meja.
“ bibi, aku mau ngambil uang titipan mama”
“ ia, mbak Ray “
Bibi berjalan dari dapur lalu menemuiku di depan teras rumah. Ia lalu menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribu untuk.
“ aku pergi ya bi, assalamualaikum”
“ waalaikumsalam, hati-hati ya mbak”
Aku berjalan kedepan pagar rumah, menunggu taksi yang sudah aku pesan tadi. 5 menit menunggu akhirnya taksi datang juga, aku bergegas naik.
“ halo, mama nama teman mama siapa sih ?”
“ oh iya sayang mama lupa, namanya tante Ema, kata tante Elia dia pakai baju batik warna hijau, kamu sudah dimana ?”
“ sudah dijalan”
“ kalau kamu ketemu sama tante Ema, bilang aja kamu anak mama, tadi mama juga sudah telfon tante Ema”
“ iya ma.. udah dah dulu ya ma ”
“iya sayang kamu hati-hati ya…”
Mama menutup telfonku, tante Ema teman mama ? mungkin teman SMA kali, fikirku. Lalu mama nyuruh aku mengantarnya kerumah tante Elia. Tetangga baru samping rumahku. Mama dan tante Elia sahabat akrab sejak waktu SMP. Dan keluarga tante Elia baru saja pindah, aku belum mengenal anggota keluarganya yang lain. Hanya tante Elia dan om Danu yang aku kenal selebihnya, aku belum kenal.
“ mbak, sudah sampai “ kata supir taksi
“ oh iya maaf pak, melemun saya” jawabku
Setelah membayar argo taksi aku bergegas masuk ke dalam bandara sambil celingukan cari tante-tante yang pake batik hijau. Aku melihat ke arah penumpang yang berjalan keluar. Aku memperhatikan semua orang dengan seksama, dan aku melihat sesosok orang yang berjalan dari arah dalam ruang tunggu aku pun mendekatinya.
” tante Ema ?” tanyaku padanya
” Ini Raya kan anaknya Rima kan ?” tanyanya padaku
” iya tante saya disuruh mama jemput tante dan nganterin tante ke rumah tante Elia ” kataku sambil tersenyum
” oh iya, makasih ya sayang, cantik juga kamu ” tuturnya padaku
Kami pun berjalan keluar bandara, lalu naik taksi menuju rumah tante Elia. Selama perjalanan tante Ema tak pernah berhenti bercerita tentang dirinya dan pengalaman-pengalaman semasa SMAnya. Dia tetap berceloteh hingga taksi yang melaju tiba di depan rumah tante Elia, kami lalu turun dari taksi dan masuk kedalam rumah tante Elia. Sebelum sempat bertanya, rupanya tante Elia sudah menunggu kedatangan kami dari tadi. Ia bersama seseorang, aku sama sekali idak mengenal.
” Eli, ini Fandy anak kamu kan ? walah gagah sekali “ tutur tante Ema.
” iya, ini Fandy ” jawab tante Elia
” eh Raya, pasti mama kamu yang suruhkan ?” Tanya tante Eli padaku
” iya, tante ” jawabku singkat
”makasih ya sayang”
” sama-sama tante, kalo begitu, aku pamit dulu tante ” kataku
” makasih ya sayang ” katanya padaku
Tante Ema tersenyum padaku, aku lalu membalas senyumannya. Aku bergegas keluar dari rumah. Ternyata tante Eli, punya anak, cowok, lumayan lah. Aku tersenyum sumringah, entahlah otakku sudah mulai kacau setiap kali melihat mahluk yang bernama laki-laki berada di tepat di depanku.
* * *
Ini sudah kali ketiga aku, datang ketoko buku, layaknya orang bodoh yang kehilangan akal sehat. Aku sudah berjanji, ini kali terakhir aku melihatnya, jika hari ini aku tidak bertemu dengannya, maka aku akan berhenti mencari-carinya lagi. Jantungku berdegup, aku berujar dalam hati, semoga kali ini aku bisa ketemu lagi dengannya. Setelah berkeliling selama satu jam didalam toko buku, aku menyerah, dia tidak ada. Mungkin aku harus menghapus bayangan senyumanitu. Aneh juga kalau setiapkali datang kesini yang aku lakukan hanya celingukan mencari senyuman orang yang aku tidak kenal sama sekali. Lagi pula, aku belum tentu jatuh cinta padanya. Akupun memutuskan untuk pulang. Aku menyerah.
Jalanan kota malam ini benar-benar padat, berapa lama lagi aku harus berdiri di jalanan menunggu angkutan umum. Semua angkutan penuh, taksipun tidak ada yang lewat. Bagaimana ini, aku harus pulang cepat.
” Raya kan ? ” Tanya orang yang berada disampingku
” iya maaf siapa ? ” tanyaku padanya
Dia lalu membuka helm yang menutupi wajahnya. Aku tersentak, bukannya dia anak tante Eli. Tapi aku tidak yakin, bagaimana mungkin, kemarin kamikan belum sempat kenalan.
” kok bengong, sudah lupa aku ?” tanyanya lagi
Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku harus sibuk memperhatikan wajahnya.
” Fandi, kamu datang kerumahku kemarinkan, sudah lupa ?”
Aku berbisik dalam hati, rupanya kemarin, dia memperhatikanku. Kenapa aku tiba-tiba jadi Gr ya ?
” kok bengong, kamu mau pulang ? ” tanyanya kembali
Aku mengangguk
” kalo begitu bareng aja ” tawarnya padaku
Aku mengangguk, daripada aku harus terus menunggu angkutan umum yang tidak jelas. Akupun naik ke atas motor. Motor kak Fandi melaju dalam kecepatan sedang. Udara malam berhembus pelan, suasananya menjadi lebih hangat. Baru kali ini aku di bonceng cowok. Aku hanya tersenyum. Tiba-tiba aku merasa beruntung bertemu dengan kak Fandi.
* * *
Aku sudah bisa melupakan senyuman itu. Sekarang aku lebih fokus mencari informasi tentang kak Fandi. Aku berusaha mencari tau tentangnya karena aku sudah bosan dengan status jomblo yang sudah lekat denganku, akhirnya aku mulai befikir untuk mencari pacar. Benar kata orang, sekarang adalah saat yang wajar untuk memulai hubungan yang lain. Tapi ada satu hal yang belum pernah aku rasakan, mungkin ini aneh tapi begitulah kenyataannya. Aku belum pernah jatuh cinta. Entahlah, kenapa saat ini aku sangat ingin merasakan hal itu. Bagaimana tidak, aku sering diledekin teman-temanku, perempuan tak lakulah, jomblo kelas kakaplah. Apa-apaan ini ?. aku sudah tertarik dengan keramahan kak Fandi, apa salah kalau aku mencoba lebih dekat dengannya.
Aku pernah ditembak cowok, lumayanlah mulai dari kakak kelas, adek kelas, teman sekelas, teman seorganisasi, anak teman mama, tetangga, teman les. Tapi yang parahnya aku tak menerima salah satu diantara mereka. Aku memang manusia super aneh. Banyak cowok yang datang tapi aku belum bisa menerima mereka. Apa ada yang salah ? atau ?

* * *
Saking sibuknya mencari info tentang kak Fandi. Aku menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan aneh. Aku memang benar-benar aneh, tapi ini semua aku lakukan untuk mencari seorang pacar. Jadi wajar dong, setelah kemarin Maya sibuk dengan Gilang, kali ini aku juga sibuk dengan info kegiatan kak Fandi. Aku harus mendapatkan info sebanyak-banyaknya supaya aku lebih akrab dengannya.
Lelah mencari info, akhirnya aku menyerah juga, kak Fandi tipekal cowok yang idamkan semua orang, apakah aku pantas jadi pacarnya ?
 “ hai, Ray… ngapain sendirian disini ?” sapa kak Fandi padaku
“ nggak kok lagi nyari udara segar “
“ kak Fandi ngapain ikutan kesini ?” lanjutku
“ hm, daripada kamu sendirian, lebih baik ada yang temani kan “ ucapnya tersenyum.
Oh tuhan, manis sekali senyumnya. Aku jadi selalu ingat dengannya semenjak ia mengantarku pulang beberapa minggu yang lalu. Kira-kira kak Fandi sudah punya pacar belum ya ? pertanyaan ini masih bergelayut dalam otakku. Setelah penyelidikanku kemarin aku bisa melihat sisi lain dari kak Fandi, dia berbeda dengan cowok-cowok yang lain. Menurutku kak Fandi itu cowok yang paling sempurna. Jago dalam semua hal. Dia manis, tinggi, punya lesung pipi, sopan, keren pokoknya semuanya. Dan yang paling penting dia sangat sopan didepan cewek. Aku jadi sering berkhayal, andai saja dia bisa jadi pacarku. Pasti senang rasanya punya pacar seperti dia. Lagi pula aku nggak jelek-jelek amat. Lumayanlah untuk jadi pacar kak Fandi. Tapi yang jadi masalah kak Fandinya mau tidak ya jadi pacarku ? dan apa aku bisa jadi pacar Kak Fandi ?
Didekat kak Fandi, aku jadi ingat hal-hal bodoh itu lagi. Beberapa minggu yang lalu aku berusaha mencari informasi tentang kak Fandi. Mulai dengan mencari kegeiatan apa yang biasa dia lakukan,  mergokin dia nyanyi sambil main gitar diatas loteng, sampai yang paling parah buntutin dia ke tempat latihan basket, yang berakhir tragis karena aku dituduh pencuri sama satpam yang heran liat gelagatku ngendap-ngendap. Sukses berat. Kalau ingat kejadian itu sumpah aku jadi geli sendiri. Tapi apakah itu cinta, aku juga masih belum mengerti. Rasanya masih tetap biasa saja.
“ Ray, kakak balik dulu ya”
“ iya kak” ucapku sambil tersenyum berharap kak Fandi senyumku.
Setelah kak Fandi berlalu, aku langsung kembali kerumah, takut mama kelabakan aku hilang. Malam ini indah, ada kak Fandi, walaupun cuma sebentar. Tuhan apakah dia cinta pertamaku ? lalu bagaimana dengan senyuman indah itu ? apakh dia cinta pertamaku ? bingung. Aku jadi mahluk paling aneh setelah bosan dengan status jomblo yang melekat padaku. Kapan aku bisa punya pacar seperti teman-temanku. Rasanya memang tak wajar, umur 17 tahun belum juga punya pacar, walaupun sebenarnya itu tak berpengaruh apapun.

* * *
“ aduh May, sory nih aku harus pulang duluan. Nggak apa-apa kan ?”
“ kok gitu sih Ray, acaranya kan belum selesai “ ujar Maya
“ tapi ini udah malam lagi pula besok ada rapat untuk anak-anak madding “
“ ya, ya udah deh, tapi kamu hati-hati dijalan”
Aku bergegas keluar dari rumah Gilang. Kebetulan hari ini ada acara kecil-kecilan dirumah Gilang. Sekedar untuk bersantai. Seperti biasa aku selalu lupa. Buktinya aku lupa besok ada rapat anggota madding, rapat di hari minggu, tapi aku harus hadir untuk penentuan tema edisi bulan depan. Kalau terlambat bangun lagi, mau di taruh dimana muka aku ? Masa setiap kali rapat aku harus terlambat. Padahal aku sudah berjanji minggu ini tidak boleh terlambat lagi.
Akupun naik angkutan umum, mobil ini bergerak pelan. Aku melirik jam, rupanya waktu cepat sekali, sekarang saja sudah jam setengah sebelas. Aku semakin gelisah. Sampai dilorong perumahan rumah, aku mempercepat langkahku. Aku harus cepat tidur, supaya besok aku bisa cepat bangun.
Di tengah jalan, aku melihat sesosok cowok yang berbaring di atas kursi taman sambil memeluk gitar. Apa yang dia lakukan tengah malam begini ? apakah sama dengan aku, selalu mencari ketenangan di malam hari ?. lalu aku berfikir, mungkin saja, apakah tujuan kami sama ? menanti malam meredupkan kegelisahan hati karena belum laku ? aneh kenapa tiba-tiba aku harus menyamakan diri dengan orang asing itu. Sayup-sayup ku dengar dia bersiul, tapi lagunya sama sekali tak jelas karena bercampur dengan suara angin. Aku menatap langit, indah sekali bintang-bintang itu. Semoga saja diantara bintang itu ada satu yang Tuhan titipkan buat aku.
Aku tersenyum melihatnya, aku tersadar, aku harus cepat-cepat pulang kerumah. Besok ada rapat, aku mempercepat langkahku. Pokoknya aku harus cepat-cepat sampai.
* * *
“Pagi Miss jomblo “ ucap Maya sahabatku
“ apaan sih pagi-pagi udah bilang aku jomblo. Doakan kek, semoga teman kamu yang paling manis ini cepat-cepat dapat pacar” ujarku padanya
“ iya deh, abis kamu tuh bagaimana mau dapat pacar, kamu aja kuper kayak gitu. Sekali-kali jalan yuk Ray, kemana kek supaya kamu tau dunia ABG. Kalau kerjaan kamu ngayal aja dirumah, sambil ngarep dapat pacar, mana bisa Ray”
Aku cemberut
“ bagaimana rapat kemarin, kamu nggak terlambat kan Ray ?”
” alhamdulillah, nggak ”
” terus bagaimana hasilnya ? ”
” seperti biasalah anak-anak madding mau topic yang baru dan harus berbobot, jadi semua anggotanya harus punya ide yang bagus untuk di bahas minggu depan ” jelasku pada Maya
” oh gitu ya, trus rapatnya kapan ?” tanya Maya padaku
” hari sabtu, kebetulan anak-anak punya urusan hari minggu, jadi rapatnya dimundur ke hari sabtu ”
” wah bagus dong Ray”
” bagus apanya ?” tanyaku lagi pada Maya
”malam minggu ikut aku ya”
“ kemana May ?”
“ ikut aja, biar nanti aku yang izinin deh ke Mama kamu, harus ya, malam minggu aku jemput, tidak ada kata tidak, da Raya…. Aku ke perpus dulu ya….” Ucapnya sambil berlari meninggal aku.
Dasar Maya, dia tak pernah berubah. Tapi aku beruntung punya sahabat seperti dia. Dia yang paling bisa membuatku senang. Apapun pasti aku bagi dengannya, termasuk ke-Jombloanku ini. Beruntung karena dia sudah punya pacar, tidak seperti aku.
* * *
            “ malam Ray……, dah siap berangkat kan”
“ ya….., mama aku berangkat dulu ya..” ucapku pada Mama
“ jangan pulang malam-malam ya. Maya. Titp Raya ya nak” ucap mama
“ sip tante”
Maya mengajakku ke Pantai Marina. Menurutku pantai ini biasa saja. Tapi hari lumayan ramai. Mungkin ada acara. Aku memperhatikan seluk beluk ruang bebas ini. Merasakan udara malam yang dingin.
“ ini alasan aku ngajakan kamu kesini Ray “ ujar Maya membuka percakapan
“ ada festival ya May ?” tanyaku belagak bloon
“ iyalah, kamu tuh tidak liat apa ?”
            Aku hanya tersenyum.
            “ Ray, ikut aku !” ucap Maya sambil menggandeng tanganku.
            Aku hanya mengangguk lalu mengikuti perintahnya. Mau dibawa kemana lagi sih? Maya aneh-aneh saja. Aku melihat Gilang dari jauh, dia bersama seseorang di ujung sana.
            “ Raya, kenalin ini David teman Gilang….” Ucapnya sembari tersenyum
            “ David..” sambil mengulurkan tangannya padaku
            “ Raya “ jawabku lalu membalas salam tangannya.
“ Raya, David ini teman sekelas Gilang, iya kan Lang” ucap Maya pada Gilang
“ Iya, Ray. Kebetulan David ini lagi nyari pacar tuh. Jadi aku inisiatif kenalin kamu ke Dia” tutur Gilang padaku.
Kenalin ke aku ? mereka berdua sama saja. Aku kan jadi malu, masa iya mereka secara gamblang ngaku terang-terangan kalau aku masih jomblo. Entar cowok ini nyangkain aku nggak laku lagi. Dasar Gilang, rupanya ia sama saja dengan Maya. Satu sio. Atau mereka sudah bosan ya ngajakin aku jalan bareng mereka ?. ya sudahlah. Terima nasib saja Raya. Itu kenyataan, harus dihadapi. Anggap saja itu keberuntungan, yang datang untuk kamu. Aku kembali tersenyum. Kira-kira aku tidak kelihatan bloon ya dengan model senyum seperti ini ?
            “ Raya, kita kesana dulu ya, da Raya “ ucap Maya meninggalkanku berdua dengan David.
            “ Raya “ ucap david membuka pembicaraan
            “ iya “ jawabku sok lembut
            “ ayo, kita keliling saja, dari pada nyantok disini ”
Aku pun mengangguk. Lumayan juga ini cowok. Bolehlah diajakan jalan, nggak malu-maluin. Lumayan tinggi, senyumnya juga manis. Ternyata dia tahu banyak hal. Aku mulai senang berada didekatnya. Dia mulai cerita tentang, dirinya, olahraga favoritnya, lagu kesukaannya. Dan wow, ternyata kami punya banyak kesamaan. Mantap bangetkan, ketemu orang yang bisa langsung akrab dengan kita. Dan malam ini benar-benar menyenangkan. Aku sudah bertemu dengan salah satu kandidat pacar pertamaku. Yap, dan yang lebih menyenangkan lagi, dia nganterin aku pulang naik motornya. Seneng rasanya. Akhirnya aku punya teman PDKT nih. Ya, meskipun kita berdua masih butuh proses untuk jadian. David juga bilang nggak mudah menjalin suatu hubungan, karena hubungan itu harus dimulai dari angka nol. Menyusun sedikit demi sedikit.
Makasih Tuhan, aku akan menunggu saat itu. Jika David memang benar-benar cowok yang terbaik, semoga saja aku bisa jadi pacarnya. Syukurlah, jadi sekarang aku tinggal perlahan-lahan mendekat dengannya. Sebentar lagi impianku akan jadi nyata. Akhirnya, sekarang predikat jomblo kelas kakap bakalan lenyap dari nama belakangku. Aku juga akan nunjukin ke teman-teman, kalau Raya bisa. Kalau untuk punya pacar itu kecil untukku. Kenapa tiba-tiba aku mulai bangga, padahal aku baru saja kenalan sama David. Semoga ini jawaban dari doaku.
* * *
 “ woy, pagi-pagi dah melamun, lamunin apaan sih Ray ? “ ujar Maya mengagetkanku
“ siapa yang melamun, orang lagi sibuk nonton voly juga” jawabku ketus
“ haiyallah….., orang bloon juga tau, bedain yang mana yang nonton dan yang mana yang melamun. Ngelamunin apaan sih Ray” Tanya Maya padaku.
“ hm, menurut kamu, aku cocok tidak sama David ?” aku balik bertanya pada Maya
“ oh…. Jadi, dari tadi kamu lamunin dia ya ? hahahaha…..”
“ aku lagi nanya May. Kok diketawain sih ?” kataku ketus
“ iya-iya aku jawab, menurutku kamu tuh cocok-cocok aja sama dia, lagian kalian berdua sama-sama jomblo jadi apa salahnya kalau kalian jadian aja kayak lagunya the junas monkey hehehehe……”
“ hm, iya juga sih. Tapi ada yang kurang May”
“ apa Ray ?”
” aku juga nggak tau May ” jawabku
” ya udah kamu jalanin saja, mungkin kamu harus beradaptasi dengan situasi seperti ini, jadi jangan khawatir dong, optimis, okay ” nasehat Maya
Aku mengangguk pelan. Benar aku harus bersabar untuk menghidupkan perasaanku ke David. Heran, padahal tadi malam aku baru saja merasa sangat opyimis dengan hubungan baik ini.
” Raya, kamu harus optimis dong, inikan ali pertama, jadi masih butuh proses Ray, jadi jangan takut ” tutur Maya
Aku hanya mengangguk didepan Maya.
* * *
”Halo, Raya ?”
”ya, ada apa Dav ?”
”kamu ada waktu nggak ?” tanyanya padaku
”ada, hari ini ?” tanyaku padanya
” aku mau ngajakin kamu ke toko buku, kamu bisa kan ?”
”bisa ” jawbaku
” kalau begitu aku jemput kamu jam empat ya ”
”okay”
Tepat pukul empat aku sudah berada di depan rumah menunggu David, tak lama kemudian Davidpun muncul dihadapanku. tak butuh waktu yang lama, kami pun berangkat ke toko buku. Sesampainya di sana, aku terperanjat. David sering berkunjung kesini rupanya. David lalu menggandeng tanganku masuk kedalam toko buku. Tapi kenapa kami tidak pernah ketemu walau sekali, aku ingat hari itu aku pernah bertemu dengn Gilang disini. Berarti David ada waktu itu, kenapa aku sama sekali tidak melihatnya ?
” Ray, kok bengong sih ?”
” ah tidak… kamu sering kesini juga Dav ?”
” iya, kenapa ?” tanya David sambil mencari buku di rak buku
” aku juga sering kesini  kataku
Dia lalu memandangku
”kok kita tidak pernah ketemu ?” tanya David padaku
Aku menggeleng, dia hanya tersenyum lalu melanjutkan mencari buku, setelah ia dapat buku. Dia lalu membayar tagihan buku dikasir dan mengajakku pergi ketempat yang lain.
”kita mau kemana lagi ?” tanyaku
” sudah kamu ikut saja”
Motor lalu melaju dengan kecepatan sedang, kali ini aku tidak tahu David mengajakku kemana lagi. Aku hanya menuruti permintaannya. Akhirnya kami berhenti di sebuah pantai. David lalu mengulurkan tangannya padaku. Aku menyambutnya, ia mengajakku berjalan ketepi pantai. Suasana pantai ini begitu damai, tenang dan sedikit panas karena matahari sudah hampir terbenam.
” kamu pasti belum pernah kesini kan ?”
Aku mengangguk
” ada yang mau aku omongin Ray”
” ya, kamu bilang aja” jawabku datar
David lalu menyuruhku duduk di sampingnya. Aku menuruti kata-katanya, akupun duduk disampingnya dan menatap matahari mulai terbenam. Tak ada kata-kata yang terujar dari bibir David, akupun tenggelam dengan pikiran-pikiranku. Aku masih bertanya apakah aku siap menjalani ini semua, tapi semakin aku memikirkannya aku semakin tidak yakin, ada yang kurang tapi entalah, aku masih tidak tau apa itu. Aku semakin ragu dengan perasaanku, aku masih belum bisa menebak apakah ini cinta atau bukan. Aku masih belum bisa menjawabnya.
” Raya” ucap David membuka pembicaraan
” ya….”
” aku juga tidak tau Ray, mungkin ini terlalu cepat untuk kita, tapi hatiku sudah yakin”
Aku terdiam
”aku sudah yakin, untuk itu aku mau menanyakan ini, kamu mau jadi pacar aku” tanya David padaku.
Aku tetap diam, mataku bergerak memandangnya. Aku bisa memahami perasaannya, tapi aku belum bisa merasakan cinta seperti yang ia rasakan.
” Raya…… ” ucap David lalu menggenggam tanganku
“ David, aku minta maaf tapi aku belum siap” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.
David masih tetap menggenggam tanganku. Aku bisa merasakan tangannya begitu dingin. Matanya lalu menatap kedepan, memandang cahaya matahari yang mulai meredup.
“ aku akan menunggu Ray”
* * *
Pagi-pagi aku sudah bertengger di depan kelas. Aku masih bingung dengan jawaban yang aku berikan pada David. Aku salah atau tidak ya ?
“ hai, kamu kenapa sih akhir-akhir ini kamu sering melamun“ tanya Maya padaku
“ aku bingung May”
“ David ?” tanya Maya
Aku mengangguk
“ aku memang merasa senang dekat dengan David. Tapi May aku belum punya perasaan padanya,  kemarin David sudah bilang kalau dia mau jadi pacar aku tapi aku bilang aku belum siap” jelasku pada Maya
“ Ray, mungkin sekarang kamu belum jatuh cinta tapi aku yakin kok seering berjalannya waktu kamu pasti juga cinta”
“tapi May, aku takut kalau aku tidak bisa“
“ Raya kamu harus optimis, kamu harus usaha. Memang cinta tidak bisa dipaksa, tapi aku yakin David yang terbaik. Jangan menyia-nyiakan orang yang cinta sama kamu. Itu lebih baik Raya, kamu harus tahu, kadang-kadang orang mencintai kita punya rasa cinta yang besar dari orang yang kita cintai, kamu mengertikan maksudku ?” ucap Maya sambil menepuk bahuku.
Sekali lagi aku hanya mengangguk.
“ sebagai sahabat aku cuma pengen bilang, jangan menyia-nyiakan kesempatan. Dan ini kesempatan untuk kamu. Ya sudah kita masuk ke kelas yuk, panas tau”
* * *
            Memang, aku ini aneh. Hanya ada beberapa hal dihatiku yang kadang sulit aku terjemahkan sendiri. Dan juga susah untuk aku tanyakan pada orang-orang. Kadang aku selalu berkata aku tau segalanya tapi nyatanya, itu tidak benar. Dan hari ini, aku harus mengakuinya, hal yang paling kecil pun terasa berat untukku, apa lagi soal perasaan. Dunia berputar 180’ dari peredarannya, Raya tiba-tiba geleng-geleng tidak jelas soal urusan cinta. Ya itulah aku sekarang, selalu meributkan hal-hal yang tidak penting. Tapi menurutku  itu penting, walau orang lain menganggapnya tidak penting.
Perasaan itu, tak kunjung muncul juga, hatiku semakin gelisah. Tapi aku tak boleh seperti ini. David tak boleh aku lepaskan. Aku akan coba lagi merasakan hal itu padanya. Aku harus lebih mengenalnya.
            Hari ke hari aku dan David semakin dekat. Hubungan kami juga semakin akrab. Meskipun aku belum memberi jawaban. Aku senang dia tidak menuntut. Aku mulai rindu dengan sifat periangnya. Semenjak pertama kali kenal, aku sudah merasakan camistry dengannya, hanya saja aku juga belum merasakan cinta. Tapi sekarang hal itu tidak penting. Yang penting aku dan David sama-sama senang menjalani hubungan ini dan yang lain itu tak jadi masalah.
            Seperti kata Maya, aku tak boleh meributkan hal yang tidak penting. Yang penting sekarang bagaimana membangun komitmen pacaran dengan David. Maya tahu, aku ini orangnya angin-anginan. Kadang kebelet pengen punya pacar, kadang sudah dekat akunya langsung nolak. Tapi kali ini akan aku buktikan pada Maya kalau aku bisa menerima David jadi pacarku. Aku sudah besar, apa salahnya memulai hubungan baik dengan seorang pacar.

            * * *
Sebulan jalan dan PDKT dengan David membuat aku yakin untuk bilang iya padanya. Kasian dia sudah menunggu lama. Pasti rasanya tidak enak, harus digantung. Ini hari yang tepat. Semoga dia pilihan yang terbaik.
 “ halo….. David….” Ucapku ketika david mengangkat telefon
“ Halo, maaf siapa ini ?” jawab suara perempuan diseberang sana
Mungkin itu mamanya David, fikirku dalam hati.
“ Davidnya ada ? bisa bicara dengan David “ tuturku dengan sopan
Tidak ada suara……….
“ ya Ray, ini aku, ada apa ?” kata David sedikit gemetaran
“ Dav, yang tadi itu siapa ? Mama kamu ?” tanyaku padanya
“ oh iya Ray, itu mama aku, oh ya kamu kenapa Ray ?” katanya terbata-bata
“ ah tidak, aku hanya ingin bicara denganmu”
“bicara ?”
“ ada, bisa tidak kita ketemuan malam ini ditempat biasa ?”
“ malam ini, aku tak bisa Ray, bagaimana kalau besok malam saja ?”
“ kamu nggak bisa ya.. ya udah deh besok malam ditempat biasa jam tujuh”
“ baik Ray…”
“ by….” Ucapku sambil menutup telefon.
Kenapa tiba-tiba aku gelisah yah. Biasanya David langsung mengiyakan kata-kataku. Kok tiba-tiba dia menolak. Ah Raya….. memangnya tidak boleh apa dia menolak. Masa kamu terus yang mau diturutin, sekali-kali beri kesempatan David. Mungkin dia ada urusan penting kali. Ya sudahlah. Tidak ada salahnya jugakan. Besok malam juga masih ada. Aku masih harus belajar banyak untuk bisa memahami orang lain.
* * *
            “ maaf Ray, terlambat ” ucap David sembari duduk disampingku
            “ tidak apa-apa kok Dav “ balasku tersenyum
            “ kamu manis banget malam ini” goda David
            “ biasa aja kali, David aku pengen ngomong sesuatu sama kamu” ucapku padanya
“ ya apa Ray… bicara saja aku siap dengarnya”
“ aku mau jadi pacar kamu Dav,” ucapku terang
David sedikit kaget mendengarkan kata-kataku, dia tersedak minuman.
“ David kamu tidak apa-apakan ?” tanyaku panik
“ hm…. Tidak apa-apa kok Ray”
“ syukurlah. Jadi.. kamu masih menungguku kan ?” tanyaku lagi
“ Raya….”
“ iya, bilang saja “
“ aku minta maaf Ray….”
“ untuk ?” aku mulai kaget
“ aku minta maaf, aku tidak bisa Ray “ ucap David menggenggam tanganku
Deg. Aku kaget, mana mungkin. David pasti bercanda. Diakan memang hoby bercanda. Aku tahu ini pasti akal-akalannya.
“ hahahahaha…… kamu bercanda kan ?” ujarku padanya
“ Raya….” Kali ini air wajahnya serius
“ ya, aku berhenti tertawa….”
“ Raya, aku minta maaf, aku serius aku tidak bisa pacaran sama kamu ”
“ aku minta maaf, kalau waktu yang kubutuhkan benar-benar lama. Tapi Dav, aku memang benar-benar berfikir “
“ maaf Ray, aku yang salah. Aku tak bisa lama-lama menunggumu. Waktu itu aku benar-benar berfikir kamu punya orang lain. Dan kemarin aku baru jadian Ray, sama Gita, sahabat aku sendiri. Kamu masih ingat cewek yang angkat telfon kamu kemarin”
Aku masih menatapnya tak percaya
“Raya kamu tahu, sejak pertama kita ketemu, aku itu sudah jatuh cinta sama kamu, dekat dengan kamu benar-benar menyenangkan. Aku senang kenal kamu, aku selalu berharap bisa jadian. Tapi ternyata aku salah sangka, karena mengira kamu dekat dengan yang lain. Maafkan aku Ray, aku benar-benar minta maaf. Aku tak bisa meninggalkannya“ jelas David menguatkan genggaman tangannya.
Aku tak bersuara
“ Raya maafkan aku….”
“ David, ini bukan salah kamu kok” kataku serak
“ ya sudah baik-baik ya dengan Gita…., aku balik dulu ya”
aku segera bangkit melepaskan genggaman tangan David. Lalu berjalan keluar. Hatiku tiba-tiba saja terasa sakit. Aku tak boleh menangis, tak boleh. Dia mungkin bukan untukku. Ayo Raya. Ujung-ujungnya air mataku jatuh juga. Ada rasa sedih mengingat kebersamaanku dengan David, dia banyak mengisi hari-hariku. Dan hari ini aku harus menerima kenyataan pahit tak bisa bersamanya. Aku menangis kenapa aku menolaknya. Aku memang manusia plin plan yang selalu mementingkan hal-hal yang tidak penting. David aku juga suka sama kamu. Tapi kenapa kau tak memberiku sedikit kesempatan. Setiap orang kan butuh waktu untuk berfikir David.
“ arrgggggghhhhhhh…………………..” teriakku
“ tak usah teriak gitu dong. Tidak liat apa ada orang disamping kamu ? Dasar anak muda zaman sekarang teriak seenaknya saja, inikan tempat umum untuk orang bersantai, bukan tempat teriak-teriak” Ujar seseorang disampingku.
Kenapa aku tidak sadar ya ? jadi malu sendiri.
“ maaf…..” ucapku padanya
Tanpa bicara orang itu beranjak dari sampingku. Terlihat kalung salibnya terlempar kedepan saat dia berdiri. Benar-benar manusia dingin. Siapa dia ? aku memperhatikannya dari belakang. Dia menyelempangkan gitar. Pasti dia dari gereja. Latihan mungkin. Hujan tiba-tiba turun, aku kembali mengingat David. Air mataku jatuh. Ah David….. kenapa kita tak jadian saja ? David. Hujan malam ini membuatku tambah sedih. Apa benar aku tak bisa menemukan cintaku ? ini pertama kalinya aku berharap menemukan cinta.
Aku berharap David bisa jadi cahaya malam di hatiku. Tuhan kenapa ujung-ujungnya harus begini. Padahal malam ini indah. Malam ini malam yang tepat. Malam ini purnama bersinar terang seperti hatiku yang mulai menyukai David. Sinar mataku juga mulai terang. Kenapa akhir ceritanya aku tidak mendapatkan apa-apa. Bulan perlahan menghilang tertutup awan hitam, yang ada hanya aku di bawah hujan.
Lalu siapa yang tepat dengan aku Tuhan. Lelah jika aku harus berkutat dengan persoalan cinta.  Mungkin ini juga salahku yang terlalu berfikir panjang untuk menerima David. Andai saja aku cepat-cepat menerimanya, mungkin sekarang aku sudah jadian sama dia. Sekarang aku punya pacar, nggak diledekin sama teman-teman lagi.  Andai saja. Lalu aku harus bilang apa dong sama Gilang dan Maya. Pasti mereka kecewa sekali dengan sikap bodohku. Tiba-tiba saja kepalaku berputar-putar. Tuhan, beri aku kesempatan lagi. Aku berjanji akan mempertahankannya dan aku tidak akan melakukan tindakan bodoh lagi. Dan untuk Maya dan Gilang pasti mereka tak akan marah padaku. Mereka sahabat terbaikku. Jadi mereka pasti mengerti dengan keputusan David dan tak menyalahkan aku. Ya sudahlah. Besok aku akan menjelaskan pada Gilang dan Maya. Semoga saja mereka tak kecewa.
Aku berjalan lunglai. Sedih rasanya. Ini kali pertama aku ditolak. Biasanya  aku yang menolak. Mungkin ini nasib. Aku berjalan dibawah derasnya hujan. Menghayal tentang hari esok. Aku mersa lelah dengan perjalanan ini. Duniaku hanya berkuat disini saja. Aku tak perduli lagi dengan julukan itu.
Aku melirik jam, sudah setengah satu malam. Mati aku pasti mama marah. Aku mempercepat langkahku. Sudah dekat dari rumah. Untung aku bawa duplikat kunci. Akupun membuka pintu perlahan-lahan. Mengendap-ngendap seperti pencuri dirumah sendiri. Pelan-pelan….. sedikit lagi naik tangga. Kebetulan kamarku ada diatas. Sedikit lagi. Gedubrak. Aw… pinggangku. Siapa yang naruh ember dekat tangga sih. Ini pasti kerjaan Bibi. Jadi jatuh nih, sakit sekali. Akupun duduk di anak tangga sambil memungut sepatuku yang jatuh. Aku menangis lagi, bukan karena aku jatuh dari tangga, tapi menangis karena aku terlambat untuk menyadari kalau aku telah jatuh cinta pada David. Akupun mengangkat sepatuku lalu berlari melewati tangga. Kalau tau begitu, aku kan tidak usah ngendap-ngendap segala. Orang rumah otomatis sudah tidur. Dasar bodoh kamu Ray. Sama bodohnya seperti aku mengabaikan David.
* * *
 To Be Continue...........
by : Cahaya Biru