Penantian Itu Nyata
Setelah
kejadian itu Maya dan Gilang tak pernah lagi menjodohkanku dengan siapapun.
Mereka juga merasa bersalah padaku. Mereka tak marah, aku beruntung. Semenjak
kejadian itu aku tak berniat lagi untuk cari pacar. Sekarang aku lebih
menikmati hari-hariku dengan kesendirian. Aku lebih nyaman. Terima kasih David
sudah pernah jadi orang yang berharga untukku semoga kamu langgeng dengannya.
Aku masih tetap Raya yang sama, dengan
julukan yang sama pula. Yang beda sekarang hanya sikapku yang mulai cuek. Aku
lebih memilih mengasingkan diri kalau bukan keperpustakaan, ke kantin yang
duduk dikelas sambil bengong. Hidup yang sanga sempurna. Raya, manusia sinting
yang tiba-tiba jadi super pendiam. Mungkin beginilah rasanya ditolak.
Nikmatilah hidup Raya, lakukan yang ingin
kamu lakukan. Jangan berhenti sampai disitu saja, ayo bangkit jangan cuma
bengong saja tiap hari. Nikmati hiduplah. Itu kata hati aku, tapi rasanya sulit
sekali melakukannya.
* * *
”Raya, semangat dong. Kamu harus semangat
belajar, sebentar lagi kita ujian nasional. Please, jangan pikirkan hal yang
kemarin”
” iya May……”
” aku yakin sahabatku pasti bisa move on”
Aku hanya tersenyum. Gara-gara aku galau,
aku jadi lupa dengan ujian nasional. Aku harus bisa. Mama juga sering menegurku,
aku jadi lebih banyak duduk diam dirumah daripada membaca buku dan belajar. Aku
jadi ingat teguran mama.
”Sayang, kamu kenapa ?” tanya mama
” tidak apa-apa kok ma…”
” kalau sakit kamu bilang dong”
”aku nggak apa-apa mama”
Aku menghela nafas
”tu kan, menghayal lagi”
”nggak May, aku jadi ingat kata-kata mama”
”mama kamu pasti negur kamu kan”
”iya May, aku jadi bulan-bulanan selama
dirumah”
”kalau begitu entar kita jalan yuk,
pokoknya kamu harus mau. Kita jalan berdua saja, Gilang nggak ikut kok”
Maya tiba
didepan rumah dengan setelan jaket tebal dan motor merah hitam kebanggaannya.
Dia melambaikan tangan padaku. Terlihat Mama menyuruh Maya masuk kedalam rumah.
Akupun bergegas turun ke bawah.
“ hai miss galau” Ucap Maya sambil tersenyum
Aku tersenyum
mendengar ucapan itu. Mama dan bapak juga ikut-ikutan tertawa. Dengan sigap
Maya mendekatiku lalu menarikku keluar rumah.
“ hati-hati ya
sayang…” ucap mama sambil tertawa
“ ok tante….”
Sampai didepan
rumah, Maya mendekati motornya dan menyodorkan helm untukku.
” pake nih, entar kepalamu disita polisi
lagi”
” May, jangan ngebut” nasehatku pada Maya
Maya harus tersenyum padaku. Motorpun
melaju dengan kecepatan sedang. Angin bergerak menghembus wajahku, sejenak ku
hilangkan sedih dalam hatiku, begini ya rasanya galau kataku dalam hati.
Bibirku menyunggingkan senyum, apakah jatuh cinta itu akan lebih dari dari
rasanya ditolak orang yang kita suka. Kalau efek dari suka seperti ini,
bagaimana rasanya cinta ? aku jadi takut membayangkannya. Tuhan jika aku ditakdirkan
bertemu seseorang cukup satu kali aku mencintainya, cukup sekali aku hidup
dengannya, sekali untuk seumur hidupku.
” Hoi, ngayal lagi nih anak” tegur Maya
mengagetkanku
Aku menatapnya dan melihat sekeliling,
rupanya sudah sampai, kenapa aku tidak sadar ? tanyku dalam hati. Aku lalu
bergegas turun dari motor. Dan mengikuti Maya masuk kedalam. Rupanya dia
mengajaknya ketempat karoke, dasar Maya. Buat apa dia mengajakku datang
ketempat seperti ini ?. Maya sibuk berbicara dengan pegawai klub karoke.
” Ray, minta ktp dong” tutur Maya padaku
” Ktp ? untuk apa May ? kenapa nggak pake
ktp kamu saja ?”
” udah, kasih aja”
Aku lalu mengeledah tasku dan mencari ktp
dalam dompetku. Dan aku berikan kepada Maya. Setelah sibuk berdiskusi dengan
pagawai club karoke, kamipun diminta untuk ikut dengannya, seperti biasa, aku
dan Maya sebenarnya sudah sering datang ketempat karoke, tapi tempat yang kami
datangi masih baruku untukku. Jadi aku hanya tinggal mengikuti Maya. Kamipun
sampai dilantai dua dan masuk ke ruangan yang telah kami sewa.
” makasih mbak” ucap Maya dengan senyum
sumringah
Aku duduk diam dikursi. Malas sekali aku
datang ketempat ini.
” nggak usah nyesel ikut dengan aku” kata
Maya
”nggak kok” jawabku malas
” nikmati aja, nih micnya kamu harus
nyanyi” sahutnya
Aku lalu mengambil mic dan memilih lagu
lalu menyanyikannya. Satu lagu, dua lagu, tiga lagu, empat lagu, delapan lagu
cukup membuatku semakin bersemangat untuk mengeluarkan suara dan menikmati
alunan lagu. Menikmati malam yang semakin larut, tenggelam dalam keriuhan
siuara music, berteriak-teriak tanpa henti. Aku mulai tertawa terbahak-bahak,
larut dalam setiap lagu.Rasanya bebanku jadi lebih ringan. Maya melompat-lompat
girang dihadapanku, meniru setiap gaya penyanyi, sesekali dia menghela nafas.
Aku semakin bersemangat menyanyikan lagu, entah berapa lagu yang aku nyanyikan
hingga membuatku menjadi lelah dan duduk lemas diatas kursi. Lega rasanya
berada ditempat ini, aku jadi lupa bebanku.
” May, pulang dari sini kita makan yuk”
teriakku pada Maya
” ya udah kita balik sekarang yuk”
Kami pun keluar ruangan dan menuju kasir.
Didepan kasir kami menyerahkan struk ruangan, pegawainyapun menyerahkan tagihan
kepada Maya. Maya mulai menggeledah tasnya. Aku tampak curiga, jangan-jangan
Maya lupa sesuatu ?
” Raya, kamu bawa duit berapa ?” bisik
Maya padaku
“ memangnya kenapa May ?” tanyaku padanya
“ aku lupa bawa dompet Ray, cepeten,
mbaknya nanti curiga lagi”
Akupun membuka dompet, uang yang tersisa
tinggal dua ratus ribu, lalu kusodorkan pada Maya.
“ tagihannya brapa May ?” bisikku padanya
“ tiga ratus ribu Ray”
“ cukup nggak, uangku tinggal segitu May,
jangan gila dong bisa-bisa kita di marahi nih ?”
Maya merogoh saku celananya, dan
mendapati uang seratus lima puluh ribu pecahan lima puluh ribu. Aku menghela
nafas, syukurlah. Maya lalu menyerahkan uang itu kepada kasir. Setelah membayar
tagihan, kamipun turun lalu beranjak keparkiran.
“ gila kamu, hampir saja kita di tending
keluar dari tempat ini!” tuturku sedikit kesal
“ ya ampun Ray… sory deh, ya udah dong
ngambeknya “
“ tapi kau lapar banget May….. mana duit
usah abis gimana ?”
“ ya udah kita makan di warung mas Jojo
aja, kan kalau kurang gampang bayarnya” kata Maya padaku
Aku mengangguk pelan lalu duduk di atas
motor, motorpun melaju kembali, kali ini kami akan singgah di warung mas jojo.
Mumpung mas Jojo langganan jadi kami bebas makan dan kapan pun kami
membayarnya. Sepulang dari warung mas Jojo, kami pun bergegas pulang ke rumah.
Angin malam membuat aku lebih merasakan dingin yang tak biasa, aku lirik jam
yang kusematkan ditanganku, rupanya sudah jam 2 subuh pantas saja dingin.
Jalanan Makassar jam segini, lumayan lengang, hanya ada beberapa kendaraan yang
bergerak dijalanan. Tiba-tiba aku tertawa mengingat kejadian yang tadi,
bagaimana mungkin kami sampai lupa waktu begini. Mendengar tawaku, Maya
meledakkan tawanya lebih keras dariku. Kami menertawai kebodohan kami, untung
saja aku tak pernah lupa bawa dompet, kalau tidak bagaimana jadinya ? pasti
konyol sekali. Sudah kehilangan uang banyak, dan mengutang dengan mas Jojo.
Dasar Maya, kali ini gara-gara kebodohanmu kita hampir ditendang dari tempat
karoke tadi. Aku tertawa semakin lepas, aku merentangkan tangan, menikmati
setiap hembusan angin. Kau tahu bahkan aku tidak ingin melewatkan hal sekecil
apapun tanpa sahabatku, saat ini dia benar-benar menjadi satu-satunya orang
yang paling mengerti aku. Maya, semoga persahabatan kita akan selamanya seperti
ini.
* * *
Hari-hari aku habiskan dengan membaca
buku dan mengerjakan latihan ujian Nasional. Aku jadi lupa dengan David. Aku
harus lebih berfokus dengan ujian, kali ini aku harus berhasil mendapatkan
setidaknya peringkat tiga. Akupun memutuskan untuk meluangkan banyak waktu
duduk diperpustakaan dan mulai banyak bertanya dengan guru mata pelajaran.
Ujian praktek minggu depan akan dimulai,
guru mata pelajaran sudah menyerahkan paper individu, beserta bahan dan alat
praktek. Semuanya harus siap dua hari sebelum praktek dilakukan. Akupun sibuk
dengan paper individu, kali ini aku lebih baik.
Setelah sibuk dengan paper, akupun beralih mengumpulan bahan praktek dan
mempelajari tata kerjanya. Waktu yang tersisa tinggal satu hari lagi, besok aku
harus mengumpulkannya di ruang lab. Malam ini akupun tidur, mataku sudah terasa
bengkak, akhir-akhir ini aku jadi kurang tidur karena harus mengerjakan paper
setiap mata pelajaran yang akan di uji. Beberapa kali aku menguap. Kuputuskan
untu tidur setelah bahan praktekku siap diatas meja.
* * *
Pagi-pagi aku sudah berangkat ke sekolah,
membawa tas besar dipunggungku beserta kantongan bahan praktek. Setelah tiba
disekolah akupun bergegas masuk kedalam ruang lab. Aku sudah siap dengan ujian
lab hari ini. Seminggu lagi ujian sekolah, aku harus belajar lebih giat, sejam
didalam lab, ujianpun selesai. Aku bergegas menuju kantin kesekolah dan membeli
sebotol air mineral lalu kembali kedalam kelas.
“ gimana prakteknya ?”
Aku menoleh ke arah samping, Maya. Aku
tersenyum padanya, ia membalas senyumku. Tanpa bertanya ia beranjak kehadapanku
lalu menarikku keluar ruangan.
“ kemana Maya ?” tanyaku
“ ikut aja” tuturnya padaku
Ia menggandeng tanganku, kali ini aku
hanya bisa mengikutinya tanpa berkata banyak padanya, tubuhku benar-benar lelah
usai lab tadi, sejam berkutat dengan ujian praktikum. Maya, kemana lagi bisikku
dalam hatiku. Kami berjalan keluar sekolah, menuju lapangan besar samping
sekolah, udara disini benar-benar sejuk, ini salah satu tempatku dan Maya duduk
bersantai selama tiga tahun berada di sekolah. Maya mengajakku duduk di bawah
pohon yang cukup rindang. Sejenak ia hanya diam tanpa berbicara kepadaku, dan
sesekali tersenyum. Akupun duduk dan diam disamping Maya, persis seperti apa
yang dilakukannya.
“ sebenarnya ada seseorang yang ingin
bertemu kamu Ray” ucapnya membuka pembicaraan
Aku memandangnya. Kali ini aku bisa
menebak siapa orang itu, tak lama kemudian David muncul dihadapanku. Sudah
kuduga Maya lagi-lagi mempertemukanku dengan David. David tersenyum ringan
padaku, aku membalas senyumannya. Maya bergegas meninggalkanku dan David. Kali
ini suasana berubah.
“ apa kabar ?” tanya David padaku
Segan ku ucapkan kata padanya, aku
berpura-pura tidak mendengar. David lalu menyentuh pundakku dan mengulang
pertanyaannya. Akupun menjawabnya. Aku tidak mengerti, kenapa dia harus muncul
lagi, bukankah semuanya sudah berakhir ? aku sudah lupa dengannya dan masalah
yang kemarin, kenapa dia selalu saja datang ? lama-lama aku merasa tidak enak
dengan kondisi ini, tapi aku berusaha bersikap santai dihadapannya, seolah-olah
tidak terjadi apa-apa.
“aku minta maaf Ray, atas semuanya”
Aku mengangguk pelan, lalu kutatap
wajahnya berusaha membenarkan anggukanku
“ sudah lupakan yang sudah-sudah, kita
tetap sahabatkan ?” tanyaku padanya
Ia lalu mengangguk, wajahnya sedikit
terlihat kecewa dengan kata sahabat yang kuucapkan.
“ aku masuk dulu Dav, tenang sahabat
tetap sahabat” tuturku dengan senyum.
Akupun berlalu dihadapannya, perasaanku
sedikit tidak enak, tapi apa boleh buat aku tidak mau terlalu membebani
fikiranku lagi dengan masalah yang kemarin, apapun itu. Semuanya sudah lewat,
dan sudah aku jadikan pelajaran yang berharga. Kecewa mengajarkan kita untuk
bisa bediri lagi dan melewati semuanya.
* * *
Good by Senior High School. Ujian sekolah
dan UAN telah selesai beberapa dua bulan yang lalu. Hari ini pengumuman
kelulusan. Aku dan Maya berjalan melewati koridor sekolah menuju aula. Hari
penantian tiba juga. Maya menggenggam tanganku lebih erat rupanya dia
ketakutan.
“May, udah deh nggak apa-apa, kita pasti
lulus kok, kamu tenang ya….” Ucapku menenangkan Maya
“ thanks ya Raya, kamu memang paling bisa
buat aku tenang” ucapnya tersenyum
Kami pun memasuki aula sekolah, ramai
sekali semua murid angkatanku dikumpulkan di aula ini. Pengumuman akan dimulai
5 menit lagi. Aku juga mulai deg-degan. Tuhan moga saja hasilnya bagus. Amiin……..
Kepala sekolah mulai berpidato didepan.
Sepuluh menit terasa sejam. Aku mulai tegang. Kepala sekolah pun menghimbau
kepada semua wali kelas agar mengambil posisinya masing-masing. Beliau juga
menginstruksikan untuk membagikan amplop pengumuman. Ibu Dian pun menyebutkan
nama kami satu persatu. Kini gilaran namaku dan Maya disebut. Tapi kami belum
boleh membuka amplop itu. Setelah semua siswa mendapatkan amplopnya
masing-masing. Kepala sekolah mempersilahkan kami untuk membuka amplop.
Perlahan-lahan aku buka amplopku. Jantungku berdegub kencang. Takut melihat apa
isi amplop ini. Lalu aku baca isinya. Alhamdulillah aku lulus. Masih seperti
biasa aku tetap saja kalem. Langsung sujud syukur. Maya memelukku erat, kami
akhirnya lulus SMA. Senang sekali rasa.
Dan hari terakhir kalinya aku dan Maya
memakai seragam. Bahagia juga tapi sedih karena sebentar lagi aku bakalan pisah
dengan teman-teman SMA ku. Semua orang berbahagia. Aksi corat coret pun
dimulai. Seneng banget. Aku dapat coretan paling banyak.
Masa SMA yang menyenangkan akhirnya habis
terbawa waktu. Aku jadi teringat kenangan-kenagan manis disini. Tiga tahun yang
lalu, menjadi murid baru. Bau ruangan kelas baru, teman-teman baru, guru baru.
Aku juga tidak akan pernah lupa, hukuman pak Yos, kakiku sampai-sampai bengkak
dibuatnya, lari 20x putaran lapangan. Ini semuanya gara-gara ulah Maya. Tapi,
hari itu akan tetap aku ingat sampai kapanpun. Sekarang, sudah waktunya
berganti musim baru, semoga saja aku bisa menikmati hari-hari yang seperti ini
di waktu yang akan datang. Akupun bergegas pulang, melewati koridor sekolah,
aku tersenyum menatap seluruh ruangan sekolah. Mataku berbinar, perasaan sedih
tentu saja ada, tapi sudah waktunya aku bergegas, masih ada jalan yang harus
aku tempuh.
“ Raya, salam dari David, katanya selamat
kamu lulus “kata Maya
“ Hm, iya May, salam juga buat David “
jawabku sedikit canggung.
Aku selalu sedih jika mengingat David.
Bayangan itu pasti muncul lagi. Aku jadi sedih lagi jika ingat tentang dia. Pertemuanku
yang terakhir setelah ujian lab. David apa kabar ? apakah dia masih tersinggung
dengan ucapanku waktu itu. Apakah salah menganggapya sebagai sahabat ?
* * *
“ jadi kamu mau kuliah Sastra di Bandung
ya May ?”
“ iya Raya.. kamu kan tahu aku senengnya
sama sastra bahasa Indonesia. Lagi pula aku kan tinggal sama Ayahku disana.
Jadi kamu tak perlu khawatir Ray..”
“ iya May, sedih tau nggak pisah sama
kamu…” mataku mulai merah
“ Raya jangan nangis dong… kan kalau
liburan aku bakalan balik lagi kan “ kata Maya sembari memelukku.
“ Maya…..” tangisku mulai terdengar.
“ lagian sih kamu ambil jurusan ………….. ? pake
acara tinggal di asrama lagi. Coba kalau kamu nggak ambil jurusan itu dan
tinggal di asrama, aku nggak bakal ke bandung untuk studi kan..” kata Maya
sambil menertawaiku
“ iya deh, aku yang salah abisnya aku
bebas tes untuk itu kan May..”
“ aku juga sama, aku juga lulus jurusan
itu kan, jadi kita sama-sama”
“ iya….” Kataku sambil tertawa.
Ujung-ujungnya tangis itu berubah jadi
tawa. Ah Maya, kamu memang sahabatku yang terbaik. Apa mungkin aku bisa dapat
sahabat yang sama sepertimu. Aku akan sangat merindukanmu Maya.
“ oh iya, Ray.. besok jadikan ikut ke
bandara ?” tanya Maya padaku
“ iya bu…,” jawabku singkat
“ tapi besok jangan nangis lagi. Entar
aku nggak jadi pergi lagi gara-gara kamu” kata Maya menggodaku.
“ siap bu…… Gilang ngantarin kamu kan ?”
“ iya dong, kalau sampai enggak. Habis
tuh anak gue cakar. Eh Ray…. Kamu dapat salam lagi dari David. Kayaknya dia
susah lupain kamu deh Ray, walaupun dia udah punya pacar.” Kata Maya padaku.
Aku hanya tersenyum takut salah kalau
menjawab. Biarlah, david adalah masa lalu. Aku tak bisa mengingatnya terus. Aku
juga punya hal penting lain yang harus aku perhatikan. Waktu untuk David sudah
selesai, ini saatnya untuk Waktu-waktu yang lain.
“ Ray, kamu dapat salam dari satpam
kampus”
“ hahahah…. Bisa saja kamu” jawabku
tertawa, ternyata celotehan itu tidak pernah bisa ia hilangkan.
* * *
Hari ini kuliah perdana dimulai. Sedih
Rasanya Maya tak kuliah di sini bersamaku. Dia lebih memilih untuk kuliah
dibandung. Kebetulan koperku masih ada diparkiran, Mang Diman belum menelfonku
untuk mengantarkannya.Aku mulai berkeliling-keling dikampus ini sambil memegang
denah ruang administrasi di tanganku, aku sedikit kebingungan dengan denah ini.
Bapak dan Mama hari ini tak bisa mengantarku. Kebetulan kakek lagi sakit jadi
mereka berangkat ke rumah kakek.
Aku berjalan kearah taman kampus. Lumayan
sepi dan tanpa sengaja aku melihat cowok dengan tas gitas dibelakangnya.
Rasanya aku mengenalnya. Tapi dimana ya ?. Dia berjalan ke arahku lalu
tersenyum. Akupun membalasnya. Apa dia salah satu mahasiswa seni ya ?.
entahlah.
“ Arnold,,” ucapnya sambil mengelurkan
tangan padaku
“ Raya….” Jawabku.
Ia lalu pergi meninggalkanku begitu saja.
Dasar aneh. Baru saja aku mau bertanya ruang administrasi dimana, kali saja dia
tahu. Aku hanya memperhatikan punggungnya. Dia berbalik,
“ lurus saja, didepan ada belokan, belok
kiri. Itu ruang administrasi” katanya memberi petunjuk.
Bravo ! tebakannya benar-benar jitu.
Thanks ya ucapku dalam hati. Tangannya mengangkat ke atas. Kali ini
mengisyaratkan padaku welcome Raya. Hahaha… dia hebat, kenapa tiba-tiba aku
tertawa ya ?. Baru kali ini aku merasakan perasaan yang aneh. Ini kali
pertamanya aku bertemu dengan cowok misterius. Bukan-bukan tapi cowok Sok
Misterius.
* * *
Benar-benar
melelahkan. Akhirnya beres juga kamarku. Sekarang aku tinggal ke Minimarket
untuk mengisi kulkas kamarku. Kampus ini punya Asrama dan semua mahasiswa
tinggal di asrama ini. Asrama kampus benar-benar besar. Asrama ada dua, khusus
perempuan dan laki-laki. Satu mahasiswa satu kamar, katanya sih supaya, tidak
ada mahasiswa yang saling berebutan barang didalam asrama. Satu kamar di asrama
ini punya kamar mandi, meja belajar, tempat tidur mini, dua sofa berukuran
kecil, dapur mini dan kulkas. Untuk barang lain mahasiswa boleh membawanya.
Tapi untuk listriknya mahasiswa bayar sendiri-sendiri. Masa udah dikasih tempat
gratis, minta dibayarkan pula lagi. Aku bersiap-siap berangkat ke mini market
dekat kampus. Lumayan lah jarak tidaknya terlalu jauh, jadi tidak perlu naik
angkutan umum. Senang juga sih, asrama bisa ngajarin aku buat mandiri. Kalau
butuh sesuatu aku harus lakukan sendiri. Tidak seperti dirumah, yang bisa minta
bantuan mama dan bibi. Disini semuanya serba sendiri. Baguslah. Tapi yang jadi
masalah aku susah bangun pagi. Makanya, setiap pagi aku minta mama buat telfonin
aku.
Bip…
bip…. Bip…. Telfonku bunyi. Itu pasti mama.
“
assalamualaikum, tukang tidur…” ucap mama di ujung telfon
“
hm…”
“
gih bangun sana. Subuh sudah habis tuh”
“
Hm….”
“
Raya…. Bangun nak”
Dengan
posisi mata masih tertutup, aku berjalan menuju kamar mandi. Capek, gara-gara
kemarin kali ya. Seperti biasa umat yang baik itu harus melakukan kewajibannya.
Dan itu yang aku lakukan.
* * *
“kamu
terlambat Najwah, ini sudah minggu ke berapa ?” tegur pak Ridwan padaku.
“ ma… maaf pak. Ini kali terakhir kok pak…” jawabku memelas.
“ ma… maaf pak. Ini kali terakhir kok pak…” jawabku memelas.
Pak Ridwan, menggeleng. Untunglah pak
Ridwan masih mau memaafkanku. Sukses berat hari ini, beradaptasi dengan Suasana
baru benar-benar susah. Seminggu dihukum ternyata tak membuatku jera. Huft,
terlambat lagi, ini sudah minggu kedua hari selasa, aku masih terlambat juga. Dan
ini peringatan terakhir dari pak Ridwan, karena aku selalu terlambat di mata
kuliah yang sama. Akhirnya sebagai mahasiswa yang baik hati harus dihukum
membersihkan buku-buku perpustakaan selama seminggu.
Kebiasaanku sejak SMA tak pernah berubah,
Maya juga selalu mewanti-wanti aku. Tapi rasanya sulit untuk merubah kebisaan
burukku ini. Dan sebagai imbalannya, aku harus mendapatkan hukuman dari pak
Ridwan. Aku jelas harus mengaku salah, mahasiswa baru dengan julukan ratu
terlambat.
Setelah mata kuliah pak Ridwan selesai,
aku bergegas menuju perpustakaan kampus. Pak ridwan menitipkanku surat untuk
ibu Rita, petugas perpustakaan. Setelah menyodorkannya, aku langsung di beri
sapu dan kemoceng. Akupun berbisik dalam hati. Raya, ini hari terakhir kamu
terlambat. Supaya tidak bosan aku memasang headset ditelinga sambil dengar musik.
Baguslah setidaknya, membersihkan ruangan perpustakaan jadi lebih menyenangkan,
benar-benar ampuh. Seminggu lumayanlah untuk Raya, hitung-hitung olahraga
gratis.
* * *
“ Raya, sudah dapat informasi belum
?” Tanya Marinka, sahabat baruku sekaligus tetangga kamarku.
“
Info apa Mar ?” tanyaku kembali padanya.
“
info acara kampus”
“
memangnya kampus ngadain acara apaan Mar ?”
“ itulah, jadi orang jangan jadi tukang
molor, kamu tuh jam istirahat bukannya digunain untuk hal yang lain malah
disalahgunakan untuk tidur, jadinya kamu tuh kufor banget”
“
kufor ? ”
“ kurang informasi Raya “
“ ya deh, info apaan?”
“ hari minggu besok, kampus ngadain acara
ramah tamah gitu”
“ so, acara ramah tamahnya dimana ? di
kampus sajakan ?”
“ hm, kali ini nggak”
“ Loh “
“ acara kali ini out dor, semacam camping
lah. Pokoknya senior bikin acara ramah tamah ini beda dari yang lain. Tapi
untuk masalah tempatnya masih dirahasiakan”
“memangnya kenapa juga mesti dirahasiin
?”
“ au ah gelap… lain kali, jangan suka
tidur dalam kelas, ya udah balik kamar dulu ya Raya sayang tukang tidur, dadah….met
bobo, aku sudah ngantuk nih”
“ tapi Mar, aku belum selesai bertanya”
Marinka melambaikan tangan lalu
tersenyum meledekku. Dasar anak tengik, umpatku sambil tertawa. Tapi ada benarnya
juga, kalau begitu besok aku harus mencari informasi lagi. Mulutku mulai
menguap, sambil mereganggangkan otot-otot badanku, aku berjalan masuk kedalam
kamar dan mengunci pintu. Tiga detik di atas tempat tidur membuatku tidur dalam
sekejap. Aku berbisik pelan, besok jangan lupa cari informasi Raya.
* * *
Tepat jam Sembilan aku sudah berada
didepan papan pengumuman dan membaca selebaran info acara ramah tamah. Acara
ramah tamah benar-benar diadakan di outdor. Alasan kampus mengadakannya karena
ini permitaan dari mahasiswa angkatanku, yang butuh acara tamah yang lebih
santai. Kampus pun sudah menetapkan tanggal pelaksanaannya. Untung kemarin
Marinka memberitahuku kalau tidak, aku akan jadi satu-satunya mahasiswa baru
yang tidak mengikuti kegiatan ini.
Aku tertawa, apa-apaan aku ? info penting
seperti ini hampir terlewatkan olehku. Kupercepat langkahku keperpustakaan
kampus. Kebetulan hari ini, kuliah baru mulai jam 11 nanti, jadi aku masih bisa
mngerjakan tugas yang belum kukerjakan semalam.
* * *
Udara di daerah ini cukup segar,
pepohonan masih rindang. Baris-baris bunga juga tertata indah dibarisan bukit.
Aku menatapnya dengan tatapan nanar dan biasa saja. Tak ada spesial. Apa karena
aku kurang peka merasakan kehangatannya ?. Ada kegalutan yang masih lekat
kurasakan. Aku merasa sendiri ditengah-tengah orang banyak. Sebenarnya perasaan
apa ini ? aku tak tahu. Apa yang kurang dengan diriku. Aku tetap mencarinya,
menyusuri jalan pikiran hatiku yang gelap-gelap memendam. Apa susahnya Raya
tersenyum menatap hari esok. Itulah yang membuatku kacau. Aku selalu ingin ada
seseorang datang dalam hidupku. Memberiku satu kebahagian, yang menjadi titik
balik terang hatiku.
“ Raya, ayo.. kita bangun tenda disebelah
sana yuk…..” ucap Marinka
Aku menggangguk saja padanya. Hari ini
benar-benar tak istimewa. Aku menyibukkan diriku dengan membantu Marinka
mendirikan tenda kami. Kebetulan satu tenda untuk dua orang mahasiswa. Semua
angkatan mahasiswa baru berbaur di lapangan alam ini. Tentunya, tenda mahaiswa
laki-laki berada di kiri dan perempuannya berada di sisi kanan. Tenda kami
dipisah untuk menghindari kebiasaan buruk orang pacaran. Semua orang terlihat
menikmati suasana ini. Tapi tidak denganku, aku terlihat biasa saja. Setelah
tenda berdiri, aku meletakkan barang-barangku di dalam tenda. Mengambil hp dan
headset, tentunya buku kambing jantang Raditya Dika yang baru ku beli beberapa
hari yang lalu. Semoga saja buku ini bisa membuatku lupa dengan hal bodoh yang
ku inginkan. Berharap punya pacar.
Setelah pamit pada Marinka, aku bergegas
menuju tepi sungai, untuk sejenak istirahat disana. Mencari tempat yang teduh.
Akhirnya aku menemukannya. Aku memilih tempat yang tepat dibawah pohon diatas
sebuah bongkahan batu sungai, tepat dibawah kakiku air sungai mengalir pelan.
Pasang headset ditelinga, lalu kubuka buku kambing jantang Raditya Dika.
Sepuluh lembar isi buku ini membuatku tertawa terbahak-bahak. Gila, ada kambing
bisa nulis, kambing jantan yang penuh dengan kesialan, tapi kesialan itu justru
membawa berkah untukknya. Buktinya dia bisa jadi seorang penulis sekarang.
Hebat, andai saja aku bisa menikmati hidup seperti dia, senang rasanya.
Matahari mulai tenggelam. Aku putuskan
untuk beranjak dari tempat ini.
“ hai Raya…” ucap seseorang yang berada
diseberang sana
“ hah ? “ jawabku
“ lupa ya sama aku ?” tanyanya padaku
Sebenarnya aku tidak lupa, hanya saja aku
malas berbasa-basi dengan orang baru.
“ Lupa ya…. Aku Arnold”
Aku mengiyakannya. Dia adalah orang
pertama yang aku temui waktu masuk kampus dulu. Ya jelaslah aku ingat. Kemudian
aku mendekatinya.
“ ngapain disini ?” tanyaku padanya
“ Kamu sendiri?” lah dia balik bertanya
padaku.
“ nggak, Cuma cari tempat yang tepat buat
baca ini”
“ Raditya Dika ? buku apaan tuh ? Kambing
Jantang ?” Tanyanya padaku
“ buku ini tuh, kayak diari gitu. Diambil
dari blognya Raditya Dika”
“ ohw… jadi ini buku diangkat, dari blog
ya”
“ kamu mau baca ?”
“ kamu sendiri sudah selesai belum
bacanya ?”
“ belum “ ujarku sambil tertawa
Aku belum pernah begini sebelumnya, menghabiskan
waktu setengah jam berbicara dengan orang yang baru aku kenal. Sedikit aneh aku
merasa langsung akrab dengannya. Dia ternyata lucu juga. Kepribadiannya yang
menyenangkan membuatku senang berbicara dengannya. Akupun memanfaat kesempatan
ini, untuk membuat hari-hari diperkemahan menyenangkan, lalu kuputuskan untuk
menerima ajakannya bertemu lagi esok harinya.
Sejak saat itu aku jadi sering bersama
Arnold. Kadang kami jalan berdua, saling bercerita tentang hal-hal yang lucu.
Menghabiskan waktu sepanjang hari berkenalan dengan mahasiswa lain, seperti
tujuan kemah ini, ramah tamah yang sedikit lebih santai. Mekipun berbeda aku
dan Arnold tetap menjalin persahabatan, kami berbeda agama, tapi justru dengan
itu aku merasa lebih dekat dengannya, walaupun kami tak pernah membahas soal
perbedaan itu. Tak jadi masalah selama kami masih bisa berteman baik, semua
akan berjalan seperti biasanya dan akan baik-baik saja.
* * *
Hari ini adalah hari terakhir kami
camping bersama, besok kami akan kembali ke asrama. Untuk acara hari ini kami
bebas mengitari perbukitan ini mencari tempat yang bagus untuk sejenak
bersantai. Marinka ada janji dengan Fahmi, aku pun memutuskan untuk
berjalan-jalan sendiri. Menyusuri pinggiran sungai. Aku melihat semua orang
sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Hanya aku saja yang sendiri.
“ hai…” tegur Arnold
“ ah, kamu” jawabku setengah kaget.
“ ikut sama aku saja ” katanya mengajakku
“ ayo….”
Akhirnya aku memutuskan ikut dengannya.
Lumayanlah daripada aku sendirian. Arnold mengajakku mendaki bukit. Sambil
sesekali bersiul sendiri. Aku menatapnya sambil tersenyum. Lucu ya, kenapa aku
bisa cepat akrab dengan anak ini ? tanyaku dalam hati.
“ yap.. kita sampai, ayo duduk..” ucapnya
padaku
Aku menuruti kata-katanya. Akupun duduk
didekatnya. Dia lalu mengeluarkan gitar dari tas.
“ bisa nyanyi “ Tanya Arnord padaku
“ aku ? ya nggaklah” jawabku setengah
bohong
“ nyanyi sajalah, aku pengen ngiringin
kamu, nggak ada yang dengarkan” bujuknya.
“hm, kamu tahu lagu A thousand years
Christina perri ?” lanjutnya
“ tau, tapi dikit aja, bahasa inggris,
susah ngucapinnya” jawabku setengah-tengah padanya
“ kalau begitu nyanyi yah, untuk
persahabatan kita”
Aku hanya menggangguk
“ tapi jangan marah kalau suaraku jelek”
kataku padanya
“ iya, nggak” jawabnya
Alunan gitar mulai terdengar. Akupun
bernyanyi, menghayati setiap lirik lagu yang ku ucapkan dengan perasaan. Suara jelek
tak jadi masalah.
Heart.. beats… fast….
Colors and promise
How to be brave ?
How can I love when I’m
afraid to fall
But watching you stand
alone ?
All my doubt suddenly goes
away somehow
One step closer…..
I have died everyday
waiting for you
Darling don’t be afraid I
haved love you
For a thousand years
I’ll love you for a
thousand more
Aku berhenti. Arnold melirik kearahku.
“ kok berhenti ? lagunya belum selesai,
curang”
“ kan aku bilang Cuma dikit, ya dikit
segitu dong”
“lanjutin, nggak enak banget. Kayak sate,
baru dua potongan masuk ke mulut, eh satenya nyemplung ke got gara-gara
kesenggol bencong yang dikejar kantip”
Aku tertawa. Apa boleh buat demi
persahabatan aku akan menyanyi untuknya ya walaupun jujur, suaraku benar-benar
tidak enak didengar.
Time… stand…. Still…
Beauty in all she is
I will be brave
I will not let anything
take away
What’s standing in front of
me
Every breath
Every hour has come to this
One step closer….
I haved died everyday
waiting for you
Darling don’t be afraid I
have loved you
For a thousand years
I’ll love you for a
thousand more
And all along I believed
time would find you
Time has brought your heart
to me
I have loved you for a
thousand years
I’ll love you for a
thousand more
One step closer
One step closer
I have died everyday
waiting for you
Darling don’t be afraid I
have loved you
For a thousand years
I’ll love you for a
thousand more
And all long I believed time
would find you
Time has brought your heart
to me
I have loved you for a
thousand years
I’ll love you for a
thousand more……
Aku mengakhiri lagu itu dengan perasaan
Tanya. Akankah aku bisa mencintai orang seperti lagu itu. Tapi sepertinya itu
terlalu berlebihan. Arti lagu itu terlalu mendalam, butuh jiwa yang kuat untuk
menghadapi cobaan yang kuat dalam cinta, seperti novel yang sering aku baca.
Menunggu sang cinta kembali walau air tubuh telah mengering dan habis termakan
waktu. Seperti itukah cinta yang sejati ?
“ Lumayan Ray…”
Aku tersentak, rupanya Arnold masih ada
disampingku. Akupun mencoba mengendalikan perasaanku sendiri, yang sedari tadi
gugup tanpa alasan disampingnya. Aku hanya tersenyum, malu dengan suaraku.
Arnold terlalu berlebihan memujiku.
“ balik yuk…” ajakku pada Arnold
“ tunggu dulu ” ucapnya
“ apa ? “ tanyaku heran padanya
“ duduk dulu disini “ katanya padanya
Aku menurut. Akupun duduk disamping
Arnold. Kami berdua hanya diam untuk beberapa saat. Tak ada yang membuka suara.
Tatapanku tetap lurus kedepan. Aku bingung kenapa dia belum bicara sama sekali
? ada apa coba.
Matahari tepat tenggelam dihadapan kami.
Indah sekali, cukup lama aku memandanginya. Ya indah. Lebih indah karena
seseorang berada dekat denganku. Aku cukup tenang selama beberapa hari ini.
Bisa menikmati camping yang menurutku akan sangat membosankan. Arnold, ada
perasaan yang aneh ketika aku menatap matanya. Perasaan yang tidak biasa aku
rasakan. Jantungku tiba-tiba berdebar kencang. Aku juga heran tapi aku mencoba
menepis semuanya, ah tidak mungkin. Mungkin karena wajah Arnold yang
benar-benar tampan maembuat aku jadi gugup berada disampingnya. Aku kembali
tersenyum menatap matahari tenggalam, rasanya sudah lama sekali aku tidak
merasakan kehangatannya. Kututup mataku kuat-kuat.
“ Raya..” panggil Arnold padaku ketika
aku membalikkan badanku.
“ iya, ada apa ?” jawabku sembari kembali
menatapnya
Kali ini Arnold berjalan ke hadapanku.
Jantungku berdebar kencang. Kali ini aku tak bisa mengendalikan perasaanku. Aku
mengepalkan tangan kuat-kuat. Kenapa tiba-tiba jadi begini. Aku baru saja
mengenalnya tidak mungkin rasanya bisa jatuh cinta secepat ini.
“ boleh aku bicara satu hal sama kamu ?”
“ boleh,” jawabku sok datar
“ aku suka sama kamu Ray “ ucapnya tegas
Aku tersentak, tak berbicara sama sekali
“ kalau kamu tidak menjawab, itu berarti
tandanya kamu juga suka sama aku kan ?”
Lagi-lagi aku tak bisa menjawab, mulutku
tiba-tiba terkunci rapat, lidahku keluh.
“ Najwah Rahaya kita pacaran yuk…”
Sekali lagi mulutku benar-benar tak
berfungsi, aku masih kaget mendengar ucapannya, dia benar-benar gila, kami baru
saja bertemu dan saling kenal, itupun baru 4 hari yang lalu. Bagaimana mungkin
dia bisa berkata seperti itu.
“ kalau begitu kita sekarang jadian ”
Tak sedikitpun kata yang bisa aku
ucapkan, lidahku keluh, semuanya tiba-tiba seperti ini ? apa yang aku lakukan
sekarang coba ?. Setelah pembicaraan itu selesai Arnold memutar badannya
membelakangiku, tanpa menunggu jawaban yang ingin ku katakan. Ia berlalu
meninggalkanku. Sekarang tinggal aku sendiri, sebenarnya aku juga masih keliru
kejadian ini benar-benar tiba-tiba.
* * *
Pagi-pagi sekali aku dan Marinka sudah
bangun, kami ingin jadi orang pertama yang membersihkan tenda. Mengantuk
sekali. Semalam aku tak tidur. Aku mesih berfikir apakah kemarin Arnold
benar-benar serius ? tapi aku baru kenal dengannya, lagi pula kenapa harus aku
? tanyaku dalam hati.
“ sini aku bantuin, kalian duduk saja
sana “ kata Arnold mengagetkanku
“ makasih, ya. Ngomong-ngomong kita belum
kenalan, Marinka “ ucap Marinka pada Arnold
“ Arnold Jhosep, panggil Arnold saja “
“ thanks ya Arnold” ucap Marinka
sumringah
Entah kenapa sejak kejadian kemarin sore,
aku tiba-tiba saja jadi patung dihadapan Arnold, tak sepatah katapun yang bisa aku
ucapkan. Aku jadi gugup dan serba salah. Tak lama setelah Arnold membereskan
tenda kami. Dosen mengumpulkan semua mahasiswa dilapangan utama. Kami akan
kembali tepat jam Sembilan.
Bus-bus yang akan mengantar kami sudah
datang. Setidaknya kami tidak perlu pulang jam sepuluh, karena bus datang
setengah jam dari jadwal. Baguslah, karena aku ingin cepat-cepat beranjak dari
tempat ini dan berpisah dengan Arnold dan melupakan kejadian kemarin.
Cepat-cepat aku melangkah dan naik ke
atas bus mencari tempat duduk yang aman. Kali ini aku tak sebangku dengan
Marinka. Biasalah orang lagi jatuh cinta tak bisa jauh dari pasangannya. Dia
benar-benar mabuk cinta. Akhirnya aku memilih duduk di kursi belakang,
kebetulan kursinya tersisa satu kursi. Untunglah masih se-bus dengan Marinka
dan pacar barunya. Akupun duduk disamping mahasiswa cowok. Syukurlah rupanya
dia juga sibuk dengan buku bacaannya. Dia lalu menyodorkan botol minuman
padaku. Aku menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
“ Raya”
kata orang disampingku
“ hm, tau namaku darimana ?” tanyaku
heran
Dia lalu mengangkat topinya. Aku
tersentak, Arnold. Ternyata dia rupanya.
“ kenapa mesti kaget sih Ray, aku kan
pacarmu, jadi aku boleh dong duduk disampingmu”
Aku diam
“ ayo Ray bicara, sejak tadi pagi kamu
tak bilang apapun padaku”
“ hm, ti-tidak, apa aneh kalau aku diam”
“ ya jelas anehlah”
“ trus mau kamu apaan?”
Dia menatap mataku dalam, aku bisa
membaca tatapannya.Dia seakan bertanya, sebenarnya kamu kenapa sih Ray, dari
tadi kamu dia saja, kamu tuh tidak seperti biasanya. Bicara dong Ray, ayo. Kamu
jangan buat aku bingung.
Dia tetap menatap mataku, aku tetap tak
bergeming. Seperti biasa aku takut salah untuk menjawab. aku kembali gugup.
Arnold jangan kayak gini dong. Aku takut. Tiba-tiba Arnold mengalihkan pandangannya.
Mungkin dia mengerti. Maaf Arnold saat ini, biarkan aku mencari jawabanku
sendiri. Bukan aku menolak tapi aku butuh waktu. Ini terlalu cepat untuk kita
maafkan aku. Bus melaju dengan kecepatan sedang. Hujan yang turun dari tadi
membuat aku kembali tenang. Arnold diam saja, sesekali dia menatapku sambil
tersenyum. Apa yang dia pikirkan saat ini aku tak tahu. Kami sibuk dengan
pikiran kami masing-masing. Menjelajahi otak dengan pertanyaan-pertanyaan
panjang, mungkin akan sulit untuk menemukan jawabannya. Apalagi untukku, ini
kali pertamanya aku tidak bisa bilang tidak. Hatiku mengatakan iya, tapi
rasanya itu belum cukup. Aku butuh waktu. Kami baru saja kenal, baru 4 hari
yang lalu ditambah, saat pertama kai bertemu dikampus, yang membuatku heran,
apa mungkin Tuhan mengabulkan doaku secepat itu ? doa supaya aku dapat pacar ?
pasti ini salah. Ada yang slah dengan kejadian ini. Bagaimana mungkin aku dan
Arnold kan beda, apa bisa aku jatuh cinta dengan orang yang baru saja aku kenal
apalagi bukan seiman denganku ?
* * *
to be continue.......
By : Blue Right
0 komentar:
Posting Komentar